Senin, 28 Maret 2016

Teori Bunga I



Nama   : Arini Leviani S.W
NIM    : 20130730259
Kelas   : B

Teori Bunga I

1.      Pengertian Dasar
Secara historis suku bunga hampir sama tua dengan peradaban manusia, dengan kata lain suku bunga sudah ada sejak lama. Hal  ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Kidwell yang menyatakan bahwa orang yang telah meminjam barang kepada orang lain dan kadang-kadang mereka telah meminta imbalan atas jasa yang diberikan. Imbalan itu disebut sewa yakni harga dari meminjam harta milik orang lain. Sedangkan Miller menyatakan bahwa bunga adalah sejumlah dana, dinilai dari uang, yang diterima si pemberi pinjaman (kreditur), sedangkan suku bunga adalah rasio dari bunga terhadap jumlah pinjaman.[1]
Harga sewa dari uang itulah yang disebut suku bunga dan biasanya dinyatakan sebagai presentase tahunan sari jumlah nominal yang dipinjam. Jadi suku bunga adalah harga dari meminjam uang untuk menggunakan daya belinya. Suku bunga merupakan salah satu variable dalam perekonomian yang senantiasa diamati secara cermat karena dampaknya yang luas. Bunga mempengaruhi secara langsung hehidupan masyarakat keseharain dan mempunyai dampak penting terhadap kesehatan perekonomian mulai dari segi konsumsi, kredit, obligasi, serta tabungan.
Edmister mengemukakan tiga istilah yang berkaitan dengan suku bunga yaitu:
a)      State rate adalah tingkat bunga satu periode dikalikan jumlah pokok pinjaman untuk menghitung beban bunga
b)      Annual percentage rate adalah tingkat bunga disetahunkan dengan menyesuaikan stated rate untuk jumlah periode pertahun dan jumlah pokok yang benar-benar dipinjam
c)      Yield adalah tingkat bunga yang ekuivalen dengan satu kontrak keuangan yang memenuhi tiga syarat: jumlah seluruhnya yang benar-benar dipinjam, pada awal tahun, kemudian dibayar kembali pada akhir tahun beserta bunga.
Definisi pertama, stated rate, mendasarkan tingkat bunga pada jangka waktu kontrak. Definisi kedua, annual pecentage rate, menyesuaikan jangka waktu kontrak untuk menghitung ekuivalen tingkat bunga. Sedangkan definisi ketiga, yield, membuat penyesuaian yang diperlukan untuk menghitung tingkat bunga ekuivalen dengan satu standar yang ditentukan secara jelas.

2.      A brief history of interest
Tujuan ini bisa dibilang konsep yang paling kontroversial dalam ekonomi dan memainkan peran penting dalam kapitalisme. Tidak ada yang pernah di biarkan terjadi kecuali melalui suku bunga yang telah menjadi sesuatu dari sebuah mantra, tidak hanya di kalangan ekonomi baratetapi juga di antara orang-orang biasa dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Singkatnya, hati nurani dan empati akan selalu menghalangi perilaku yang tidak diinginkan di bidang ekonomi seperti dalam hal lainnya. keyakinan Smith dalam moralitas simpati dan pengaruh pengalaman sosial mendorongnya untuk memiliki kekuatan dalam peran kebebasan untuk mengarahkan perilaku manusia untuk kebaikan sosial serta untuk kepentingan individu. (Rima 1996: 83-112)
Sejarahyang menarik adalah satu sejarah yang panjang . Pada abad pertengahan, pemberi pinjaman adalah orang kaya dalam posisi monopoli, dia menindas dan merampas peminjam yang miskin dan bodoh secara bertahap dari sesuatu yang sangat berarti untuk mendapatkan mata pencahariannya. Untuk efek ini, Ashley komentar: gereja, merawat untuk massa rakyat, yang lemah dan bodoh, mungkin berpikir untuk kebaikan mempertahankan larangan (bunga uang) yang dikenakan tidak ada pembatasan aktivitas pada pedagang dikota, siapa yang akan peduli dengan keadaan mereka. Sebuah larangan benar-benar ditujukan untuk mencegah penindasan yang lemah oleh ekonomi yang kuat. (Ashley 1893: part II, chapter VI)
Penghapusan riba, yang telah lama menjadi bagian dari pemikiran ekonomi di dunia Islam, kini telah menjadi bagian dari analisis ekonomi. Perubahan peran bunga telah bangkit lagi pada pemikiran konsep keadilan, yang muslim yakni sebagai tujuan akhir dari sebuah negara Islam. Dalam sistem korporasi besar Islam, riba adalah kelebihan dan penghapusan adalah cara untuk menjaga dan melestarikan keadilan. Terdapat perjuangan yang sedang berlangsung dengan asumsi individualis dalam akar kapitalisme. Dalam hal ini, masalah utama yang belum diselesaikan adalah kenyataan bahwa produksi sementara merupakan tindakan kolektif, konsumsi tetap pribadi dannon-kooperatif. Janji profit and loss sharing sebagai bagian dari kekayaan koperasi adalah untuk menghapus dikotomiini dengan membawa koherensi dan konsistensi untuk sistem ekonomi.[2]

3.      The place of interest in capitalist economic
Western memperlakukan ekonomi bunga sebagai aspek penting dan tidak dapat dihindari dari setiap sistem ekonomi, sebagai tali umum untuk mengikat semua kegiatan ekonomi bersama-sama tanpa sistem runtuh. Mungkin memang kepercayaan untuk kapitalisme, namun mengingat pemikiran Sir Dennis Robertson tentang karya Keynes menaikkan tingkat bunga "posisi akan perintah penting teoritis." Jelas, ada banyak unsur kebenaran dalam analisis kapitalisme Keynes, namun ini seharusnya tidak mencegah kita untuk kembali mempertimbangakan tempat yang menarik disistem itu.[3]
Dalam prinsip ekonomi ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi seperti adanya tenaga kerja, modal, penyaluran, dan kewirausahaan. Dengan adanya faktor-faktor tersebut dapat dialokasikan sebagai nilai moneter dalam produksi sebuah produks. Dalam hal ini bisa digunakan untuk masyarakat primitif yang mana mereka bertumpu pada manajer secara langsung untuk mendapat income.
Sebaliknya, untuk masyarakat modern ada beberapa isu yang berkembang meliputi:
a)      Peran manajer hanya sebagai pengelola keuntungan pada sebuah pekerjaan dengan kemampuan skill yang dimilikinya.
b)      Suku bunga yang merupakan sebuah harga dari jumlah uang yang dipinjam oleh perusahaan atau digunakan untuk tujuan keuntungan tertentu.
Dalam ekonomi kapitalis ada perbedaan garis antara money dan capital. Money disini berpotensi sebagai capital, tetapi tidak riil capital. Karena mereka membutuhkan proses yang legal. Ada persyaratan yang tidak terbatas terhadap uang karena mereka membutuhkan tenaga kerja dan penyalur yang menjadi faktor produksi. Dalam hal ini ada tiga konsep penting yaitu uang, tenaga kerja dan modal.
Akhirnya, tidak semua penyaluran bisa menggunakan fungsi produksi. Salah satu dari konsep tersebut harus ada kualifikasi yang spesifik untuk memenuhi fungsi produksi.
Dalam proses ini kesahan suatu persoalan harus melalui sebuah teknik. Proses pelegalan tidak selalu ditulis atau dijelaskan dalam kontrak, bisa dalam bentuk formulir sebagai kontrak mutlak yang digunakan sehari-hari. Sebagai contohnya sebuah proses jual beli yang tidak menggunakan kontrak tertulis dan bertandangan.[4]
4.      Fungsi Tingkat Suku Bunga dalam Perekonomian
Tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi atau peranan penting dalam perekonomian, yaitu:[5]
a)      Membantu mengalirnya tabungan berjalan kearah investasi guna mendukung pertumbuhan perekonomian.
b)      Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi.
c)      Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang dari suatu negara.
d)     Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.
Tingkat bunga tidak bersifat seragam. Pada kenyataannya, dalam sistem keuangan tidak ada suku bunga yang tertentu, akan tetapi bermacam-macam suku bunga yang berbeda-beda. Namun dalam analisis diasumsikan adanya satu suku bunga fundamental dalam perekonomian yang disebut suku bunga riil jangka pendek yang bebas resiko. Yang dimaksud dengan suku bunga riil adalah suku bunga yang akan berlaku dalam perekonomian jika harga rata-rata barang dan jasa diperkirakan tetap konstan selama usia pinjam. Yang dimaksud suku bunga bebas resiko adalah suku bunga pinjaman dimana peminjamnya tidak akan gagal memenuhi kewajiban apapun. Sedangkan yang dimaksud jangka pendek adalah suku bunga dari pinjaman yang akan jatuh tempo dalam satu tahun.
Selain fungsi dan peranan penting tingkat bunga dalam perekonomian yang telah disebutkan diatas, suku bunga juga memiliki apa yang disebut dengan risiko suku bunga, yaitu potensi kerugian karena adanya perubahan pergerakan arah suku bunga.[6] Risiko ini yang akan mempengaruhi semua instrumen yang menggunakan satu atau lebih yield curves untuk menghitung satu nilai pasar.

5.      Kurva Kesempatan Investasi
Kurva permintaan investasi adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara suku bunga dengan investasi. Perhatikan data suku bunga dan investasi berikut:

No.
Suku bunga
Investasi (dalam jutaan)
1
2%
350
2
4%
300
3
6%
250
4
8%
200
5
10%
150
6
12%
100
7
14%
50

Dari gambar di atas, tampak bahwa kurva permintaan investasi bergerak dari kiri atas ke kanan bawah, seperti halnya kurva permintaan barang dan jasa pada umumnya. Dari data dan kurva tersebut diketahui, bahwa semakin tinggi suku bunga akan semakin rendah investasi. Sebaliknya, semakin rendah suku bunga akan semakin tinggi investasi.
Mengapa semakin tinggi suku bunga jumlah investasi semakin rendah atau kecil? Karena, semakin tinggi suku bunga berarti akan semakin banyak jumlah bunga yang harus dibayar oleh investor. Ini terjadi bila investasi dilakukan dari uang pinjaman. Sehingga semakin tinggi suku bunga akan membuat para investor malas untuk berinvestasi.
Akan tetapi bila investasi dilakukan dengan uang sendiri, semakin tinggi suku bunga maka akan menurunkan semangat investor untuk berinvestasi. Sebab, investor akan lebih tertarik membungakan atau meminjamkan uangnya demi mendapatkan jumlah bunga yang diinginkan.

6.      Pilihan Waktu
Ada beberapa cara untuk memecahkan masalah pilihan waktu ini, yakni melalui tradisi, keputusan pemerintah serta pilihan individu. Yang dimaksud dengan cara tradisi adalah masyarakat itu melakukan pilihan atas dasar apa yang dipakai nenek moyangnya, tanpa adanya perubahan dan selalu berulang begitu seterusnya. Dengan cara ini maka masyarakat tersebut akan memilih, misalnya pada titik C, menebang secukupnya tahun ini guna memperoleh kayu gergajian sebanyak 10 buah tahun depan. Cara ini terus tetap di pertahankan dari tahun ke tahun tanpa perubahan.
Pilihan yang didasarkan atas keputusan  pemerintah secara sederhana dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut. Seandainya perintah ini dapat diibaratkan sebagai seorang “raja” yang dapat menentukan berapa kayu gergajian yang dihasilkan tahun ini dan berapa tahun depan yang berlaku bagi sekelompok masyarakat.

7.      Kritik terhadap sistem bunga
Bantahan atas Konsep Time Value of Money Ekonomi Islam memiliki prinsip yang yang berasal dari sumber hukum baik al-Qur'an, hadis maupun pemikiran cendikiawan muslim. Nilai fundamental ini yang mendasari pandangan ekonom muslim dalam melahirkan pemikirannya, termasuk mengkaji fungsi uang dalam kehidupan ekonomi. Menurut pendapat mereka, fungsi uang hanya ada dua yaitu:
1)      Sebagai alat pengukur harga,
2)      Alat pembayaran
Fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai tidak diakui karena dianggap sesuatu yang mendekati riba. Fungsi uang yang dilarang inilah yang sebenarnya melahirkan teori time value of money. Konsekuensi logisnya, Ekonom muslim sendiri tidak sependapat dengan konsep ini. Seperti yang kita ketahui bersama, teori keuangan konvensional mendasarkan argumen pembenaran adanya bunga (interest) melalui konsep time value of money (nilai waktu dari uang).
Dalam Ekonomi Islam, validitas konsep ini telah dibantah argumentasinya dengan adanya pelarangan riba dalam Islam. Sebagai gantinya, aktivitas bisnis dalam Ekonomi Islam selalu menekankan kepada mekanisme sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Konsep kemitraan ini dirasa lebih tepat dan sesuai dengan prinsip keadilan yang realistis. Dalam ekonomi konvensional, definisi yang sering digunakan untuk menjelaskan pengertian time value of money adalah "A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return" Pemahaman ini tentu tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang positive, negative, atau no return. Itulah sebabnya dalam teori keuangan, selalu dikenal risk-return relationship (hubungan searah antara resiko dan hasil).
Semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi/ ditanggung, maka semakin besar hasil yang diinginkan/ didapatkan, begitu juga sebaliknya. Menurut pendapat para ekonom konvensional, ada dua hal yang menjadi pondasi konsep time value of money, yaitu:
1)      Presence of Inflation
Dapat dimisalkan: katakanlah tingkat inlasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli 10 pisang goreng hari ini dengan membayar Rp.10.000 Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama Rp.10.000 ia hanya dapat membeli 9 pisang goreng. Oleh karena itu, ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat inflasi.
2)      Preference present consumption to future consumption
Diandaikan tingkat inflasi nol, sehingga dengan Rp.10.000 seseorang tetap dapat membeli 10 pisang goreng hari ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi 10 pisang goreng sekarang lebih disenangi daripada mengkonsumsi 10 pisang goreng tahun depan. Dengan alasan ini, walaupun tingkat inflasi nihil, Rp.10.000 lebih disukai dan dikonsumsi hari ini. Oleh sebab itu, untuk menunda konsumsi, ia mensyaratkan kompensasi.
Argumen pertama disanggah karena tidak lengkap kondisinya. Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi. Seharusnya keadaan deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money. Katakanlah tingkat deflasi 10% per tahun. 10 pisang goreng hari ini harganya Rp.10.000 Namun bila ia membelinya tahun depan dengan uang sama maka dapat 11 pisang goreng. Oleh karena itu, ia akan memberi kompensasi atas naiknya daya beli uangnya akibat deflasi. Tetapi pada kenyataannya hal ini tidak berlaku, hanya satu kondisi saja yang diakomodir oleh time value of money.
Ekonomi Konvensional sebenarnya juga memasukkan unsur ketidakpastian return dan menyebut kompensasinya sebagai discount rate yang lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest rate. Ketidakpastian return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainty. Investasi tentu selalu ada kemungkinan mendapat positif return, negative return, dan no return. Inilah yang menimbulkan ketidakpastian (uncertainty), tetapi probabilitas negative return dan no return dipertukarkan dengan sesuatu yang pasti, premium for uncertainty.
Keadaan inilah yang ditolak dalam Ekonomi Islam, yaitu keadaan al- ghunmu bi la ghurmi (gaining return without responsible for any risk) dan al- kharaj bi la dhaman (gaining income without responsible for any expense). Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori keuangan yang menjelaskan adanya hubungan searah antara risk dan return.
Kuantitas waktu sama bagi semua orang, yaitu 24 jam sehari, 7 hari sepekan. Namun nilai dari waktu akan berbeda dari satu orang ke dibandingkan orang lainnya. Misalnya bagi seorang buruh kasar satu jam kerja bernilai Rp.25.000, bagi manajer keuangan menghasilkan Rp.250.000, sedangkan bagi pakar Ekonomi Islam dihargai Rp.2.500.000.
Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepat guna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapa pun pelakunya, secara sunnatullah dakan mendapatkan keuntungan di dunia.
Lebih dari itu, dalam Islam keuntungan yang dicari bukan saja keuntungan di dunia tetapi juga di akhirat. Oleh karenanya pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien, tapi ia juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, jika keimanan tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia, berarti ada faktor-faktor yang belum diamalkan.
Keadaan suatu perekonomian tentu berfluktuasi dari periode satu ke periode lainnya. Sebuah aktivitas bisnis tentu juga dipengaruhi keadaan makro ekonomi tersebut, sehingga mau tidak mau harus memperhitungkan faktor resiko dalam menjalankan usahanya. Mengacu pada time value of money, ekonomi konvensional menggunakan besaran tingkat bunga untuk mengukur factor ketidakpastian dan inflasi. Hal ini untuk mensiasati agar tingkat resiko lebih kecil dan memperoleh tingkat keuntungan yang diinginkan.
Ketidakpastian dalam pemikiran ekonomi konvensional disandarkan pada dua hal. Pertama, ketidakpastian disebabkan adanya beberapa pilihan investasi dengan tingkat resiko dan harapan keuntungan yang berbeda. Kedua, ketidakpastian sebagai akibat dari kondisi perekonomian yang tidak menentu dan tidak bisa diprediksi. Keadaan yang serba tidak menentu ini biasanya diatasi dengan kebijakan moneter melalui bunga sebagai instrumen utama untuk mengontrol jumlah uang beredar/ mengatasi inflasi.
Sistem instrumen bunga untuk mengantisipasi ketidakpastian dalam kajian Ekonomi Islam sendiri tidak dikehendaki keberadaannya. Namun demikian, sebuah aktivitas bisnis tentu dipengaruhi oleh faktor makro ekonomi berupa inflasi. Hal inilah yang menjadikan alasan diberikannya tambahan pada nilai uang yang dibayar secara kredit dengan memperhitungkan inflasi. Tambahan ini dibolehkan agar nilai uang tersebut tetap dan tidak termasuk riba. Besarnya tambahan itu tidak diperkenankan ditentukan di awal/ diprediksi untuk jangka panjang tetapi harus sesuai dengan kenyataan yang telah terjadi.
Keuangan bisnis modern seringkali dipenuhi unsur spekulasi (gharar) dan bunga (riba). Sebaliknya, Islam sangat melarang keras unsur-unsur tersebut dan menggunakan analisis riil untuk menghitung tingkat keuntungan dan risiko setiap usaha. Dengan demikian, dimungkinkan mendapatkan keuntungan dan kerugian yang berbeda untuk jumlah pinjaman yang sama. Kajian Ekonomi Islam terhadap teori bunga ini sendiri masih pada pendekatan mikro ekonomi belum begitu mendalam dan komprehensif pada wilayah kebijakan ekonomi makro dan moneter.

8.      Alternatif Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil sebagai Solusi Sebagai jawaban atas ketidaksetujuan teori bunga (time value of money), Ekonomi Islam menawarkan sistem kerjasama dengan menggunakan mekanisme bagi hasil (profit and loss sharing). Sistem yang lebih adil ini berangkat dari asumsi bahwa setiap usaha selalu mengandung resiko baik untung maupun rugi sehingga kedua belah pihak harus siap berbagi dan menerima apapun yang terjadi tidak hanya satu pihak saja yang untung atau dirugikan.
Pada Lembaga Keuangan Syariah, prinsip dan mekanisme bagi hasil diterapkan menjadi produk mudharabah dan musyarakah. Namun sayang proporsi produk utama ini masih lebih kecil dibandingkan produk lainnya. Kekurangan ini terjadi karena sosialisasi pemahaman pada lembaga dan masyarakat belum berjalan optimal. Sehingga diperlukan edukasi publik yang lebih lanjut untuk menyamakan persepsi antara lembaga dengan masyarakat.
Ide dan konsep sistem bagi hasil yang berkeadilan akan sukses jika dijalankan dengan konsisten dan profesional. Akan tetapi sulit diaplikasikan dalam dunia nyata, karena menghadapai ketidakpastian dan inflasi. Hambatan ini dapat diatasi dengan modifikasi asalkan masih dalam kerangka syariah. Melalui sistem Islam yang lebih adil ini, Lembaga Keuangan Syariah masih mempunyai peluang untuk pemberdayakan ekonomi terutama pada bisnis usaha kecil.



[1] Wijanarto, Hukum Dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: Grafiti, 1995), hlm. 64
[2] Toutounchian, 2009, Islamic Money & Banking Integreting Money In Capital Theory, (Asia: WILEY), hlm 89-93.
[3] Ibid,. hlm. 93
[4] Ibid,. hlm. 96
[5] Sawaldjo Puspopranoto, Keuangan Perbankan Dan Pasar Keuangan (Konsep, Teori, Dan Realita), (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), hlm. 71
[6] Sulad Sri Hardanto, Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, (Jakarta: Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2006), hlm. 77

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU YOGYAKARTA (WIROBRAJAN) Jalan HOS Cokroaminoto No. 33A, Yogyak...