Nama : Arini Leviani S.W
NIM : 20130730259
Kelas : B
Teori
Bunga I
1. Pengertian
Dasar
Secara historis
suku bunga hampir sama tua dengan
peradaban manusia, dengan kata
lain suku bunga sudah ada sejak lama. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang
diungkapkan oleh Kidwell yang menyatakan bahwa orang yang telah meminjam barang
kepada orang lain dan kadang-kadang mereka telah meminta imbalan atas jasa yang diberikan. Imbalan itu disebut sewa yakni harga dari
meminjam harta milik orang lain. Sedangkan Miller menyatakan bahwa bunga adalah
sejumlah dana, dinilai dari uang, yang diterima si pemberi pinjaman (kreditur), sedangkan suku bunga adalah rasio
dari bunga terhadap jumlah pinjaman.[1]
Harga sewa dari uang itulah yang disebut suku bunga dan
biasanya dinyatakan sebagai presentase tahunan sari jumlah nominal yang
dipinjam. Jadi suku bunga adalah harga dari meminjam uang untuk menggunakan
daya belinya. Suku bunga merupakan salah satu variable dalam perekonomian yang
senantiasa diamati secara cermat karena dampaknya yang luas. Bunga mempengaruhi
secara langsung hehidupan masyarakat keseharain dan mempunyai dampak penting
terhadap kesehatan perekonomian mulai dari segi konsumsi, kredit, obligasi,
serta tabungan.
Edmister mengemukakan tiga istilah yang berkaitan dengan
suku bunga yaitu:
a)
State
rate adalah tingkat bunga satu periode
dikalikan jumlah pokok pinjaman untuk menghitung beban bunga
b)
Annual
percentage rate
adalah tingkat bunga disetahunkan dengan menyesuaikan stated rate untuk jumlah
periode pertahun dan jumlah pokok yang benar-benar dipinjam
c)
Yield adalah tingkat bunga yang ekuivalen
dengan satu kontrak keuangan yang memenuhi tiga syarat: jumlah seluruhnya yang
benar-benar dipinjam, pada
awal tahun, kemudian
dibayar kembali pada akhir tahun beserta bunga.
Definisi pertama, stated rate, mendasarkan tingkat
bunga pada jangka waktu kontrak. Definisi kedua, annual pecentage rate, menyesuaikan
jangka waktu kontrak untuk menghitung ekuivalen tingkat bunga. Sedangkan
definisi ketiga, yield, membuat penyesuaian yang diperlukan untuk
menghitung tingkat bunga ekuivalen dengan satu standar yang ditentukan secara
jelas.
2. A
brief history of interest
Tujuan
ini bisa dibilang konsep yang paling kontroversial dalam ekonomi dan memainkan
peran penting dalam kapitalisme. Tidak
ada yang pernah di biarkan terjadi kecuali melalui suku bunga yang telah
menjadi sesuatu dari sebuah mantra, tidak hanya di kalangan ekonomi baratetapi juga di antara orang-orang
biasa dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Singkatnya, hati
nurani dan empati akan selalu menghalangi perilaku yang tidak diinginkan di
bidang ekonomi seperti dalam hal lainnya. keyakinan Smith dalam moralitas
simpati dan pengaruh pengalaman sosial mendorongnya untuk memiliki kekuatan
dalam peran kebebasan untuk mengarahkan perilaku manusia untuk kebaikan sosial
serta untuk kepentingan individu. (Rima 1996: 83-112)
Sejarahyang
menarik adalah satu sejarah yang panjang . Pada abad pertengahan, pemberi pinjaman adalah orang kaya dalam
posisi monopoli, dia menindas dan merampas peminjam yang
miskin dan bodoh secara bertahap dari sesuatu yang sangat berarti untuk
mendapatkan mata pencahariannya. Untuk efek ini, Ashley komentar: gereja, merawat untuk massa rakyat, yang lemah dan
bodoh, mungkin berpikir untuk kebaikan mempertahankan
larangan (bunga uang) yang
dikenakan tidak ada pembatasan aktivitas pada pedagang dikota, siapa yang akan peduli dengan keadaan mereka. Sebuah
larangan benar-benar ditujukan untuk mencegah penindasan yang lemah oleh
ekonomi yang kuat. (Ashley 1893: part II, chapter VI)
Penghapusan
riba, yang telah lama menjadi bagian
dari pemikiran ekonomi di dunia Islam, kini telah
menjadi bagian dari analisis ekonomi. Perubahan peran
bunga telah bangkit lagi pada pemikiran konsep keadilan, yang muslim yakni sebagai tujuan akhir dari sebuah negara Islam. Dalam sistem korporasi besar Islam, riba
adalah kelebihan dan penghapusan adalah cara untuk menjaga dan melestarikan
keadilan. Terdapat perjuangan yang sedang berlangsung
dengan asumsi individualis dalam akar kapitalisme. Dalam
hal ini, masalah utama yang belum diselesaikan adalah
kenyataan bahwa produksi sementara merupakan tindakan kolektif, konsumsi tetap pribadi dannon-kooperatif.
Janji profit and loss sharing sebagai bagian dari kekayaan
koperasi adalah untuk menghapus dikotomiini dengan membawa koherensi dan
konsistensi untuk sistem ekonomi.[2]
3. The
place of interest in capitalist economic
Western
memperlakukan ekonomi bunga sebagai aspek penting dan tidak dapat dihindari
dari setiap sistem ekonomi, sebagai
tali umum untuk mengikat semua kegiatan ekonomi bersama-sama tanpa sistem
runtuh. Mungkin memang kepercayaan untuk kapitalisme, namun mengingat pemikiran Sir Dennis Robertson tentang karya Keynes
menaikkan tingkat bunga "posisi akan perintah penting
teoritis." Jelas, ada banyak unsur
kebenaran dalam analisis kapitalisme Keynes, namun ini
seharusnya tidak mencegah kita untuk kembali mempertimbangakan tempat yang
menarik disistem itu.[3]
Dalam
prinsip ekonomi ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi seperti adanya
tenaga kerja, modal, penyaluran, dan kewirausahaan. Dengan adanya faktor-faktor
tersebut dapat dialokasikan sebagai nilai moneter dalam produksi sebuah
produks. Dalam hal ini bisa digunakan untuk masyarakat primitif yang mana
mereka bertumpu pada manajer secara langsung untuk mendapat income.
Sebaliknya,
untuk masyarakat modern ada beberapa isu yang berkembang meliputi:
a) Peran
manajer hanya sebagai pengelola keuntungan pada sebuah pekerjaan dengan
kemampuan skill yang dimilikinya.
b) Suku
bunga yang merupakan sebuah harga dari jumlah uang yang dipinjam oleh
perusahaan atau digunakan untuk tujuan keuntungan tertentu.
Dalam ekonomi kapitalis ada perbedaan
garis antara money dan capital. Money disini berpotensi sebagai capital, tetapi
tidak riil capital. Karena mereka membutuhkan proses yang legal. Ada
persyaratan yang tidak terbatas terhadap uang karena mereka membutuhkan tenaga
kerja dan penyalur yang menjadi faktor produksi. Dalam hal ini ada tiga konsep
penting yaitu uang, tenaga kerja dan modal.
Akhirnya, tidak semua penyaluran bisa
menggunakan fungsi produksi. Salah satu dari konsep tersebut harus ada
kualifikasi yang spesifik untuk memenuhi fungsi produksi.
Dalam proses ini kesahan suatu persoalan
harus melalui sebuah teknik. Proses pelegalan tidak selalu ditulis atau
dijelaskan dalam kontrak, bisa dalam bentuk formulir sebagai kontrak mutlak
yang digunakan sehari-hari. Sebagai contohnya sebuah proses jual beli yang
tidak menggunakan kontrak tertulis dan bertandangan.[4]
4. Fungsi
Tingkat Suku Bunga dalam Perekonomian
Tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi atau peranan
penting dalam perekonomian, yaitu:[5]
a)
Membantu mengalirnya tabungan berjalan
kearah investasi guna mendukung pertumbuhan perekonomian.
b)
Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia,
pada umumnya memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan
hasil tertinggi.
c)
Menyeimbangkan jumlah uang beredar
dengan permintaan akan uang dari suatu negara.
d)
Merupakan alat penting menyangkut
kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan
investasi.
Tingkat bunga tidak bersifat seragam. Pada kenyataannya,
dalam sistem keuangan tidak ada suku bunga yang tertentu, akan tetapi
bermacam-macam suku bunga yang berbeda-beda. Namun dalam analisis diasumsikan
adanya satu suku bunga fundamental dalam perekonomian yang disebut suku bunga
riil jangka pendek yang bebas resiko. Yang dimaksud dengan suku bunga riil
adalah suku bunga yang akan berlaku dalam perekonomian jika harga rata-rata
barang dan jasa diperkirakan tetap konstan selama usia pinjam. Yang dimaksud suku
bunga bebas resiko adalah suku bunga pinjaman dimana peminjamnya tidak akan
gagal memenuhi kewajiban apapun. Sedangkan yang dimaksud jangka pendek adalah
suku bunga dari pinjaman yang akan jatuh tempo dalam satu tahun.
Selain fungsi dan peranan penting tingkat bunga dalam
perekonomian yang telah disebutkan diatas, suku bunga juga memiliki apa yang
disebut dengan risiko suku bunga, yaitu potensi kerugian karena adanya
perubahan pergerakan arah suku bunga.[6]
Risiko ini yang akan mempengaruhi semua instrumen yang menggunakan satu atau
lebih yield curves untuk menghitung
satu nilai pasar.
5. Kurva
Kesempatan Investasi
Kurva permintaan investasi adalah
kurva yang menggambarkan hubungan antara suku bunga dengan investasi.
Perhatikan data suku bunga dan investasi berikut:
No.
|
Suku
bunga
|
Investasi
(dalam jutaan)
|
1
|
2%
|
350
|
2
|
4%
|
300
|
3
|
6%
|
250
|
4
|
8%
|
200
|
5
|
10%
|
150
|
6
|
12%
|
100
|
7
|
14%
|
50
|
Dari gambar di atas, tampak bahwa kurva permintaan investasi
bergerak dari kiri atas ke kanan bawah, seperti halnya kurva permintaan barang
dan jasa pada umumnya. Dari data dan kurva tersebut diketahui, bahwa semakin
tinggi suku bunga akan semakin rendah investasi. Sebaliknya, semakin rendah
suku bunga akan semakin tinggi investasi.
Mengapa semakin tinggi suku bunga jumlah investasi semakin
rendah atau kecil? Karena, semakin tinggi suku bunga berarti akan semakin
banyak jumlah bunga yang harus dibayar oleh investor. Ini terjadi bila
investasi dilakukan dari uang pinjaman. Sehingga semakin tinggi suku bunga akan
membuat para investor malas untuk berinvestasi.
Akan tetapi bila investasi dilakukan dengan uang sendiri,
semakin tinggi suku bunga maka akan menurunkan semangat investor untuk
berinvestasi. Sebab, investor akan lebih tertarik membungakan atau meminjamkan
uangnya demi mendapatkan jumlah bunga yang diinginkan.
6. Pilihan
Waktu
Ada beberapa
cara untuk memecahkan masalah pilihan waktu ini, yakni melalui tradisi,
keputusan pemerintah serta pilihan individu. Yang dimaksud dengan cara tradisi adalah masyarakat itu
melakukan pilihan atas dasar apa yang dipakai nenek moyangnya, tanpa adanya
perubahan dan selalu berulang begitu seterusnya. Dengan cara ini maka
masyarakat tersebut akan memilih, misalnya pada titik C, menebang secukupnya
tahun ini guna memperoleh kayu gergajian sebanyak 10 buah tahun depan. Cara ini
terus tetap di pertahankan dari tahun ke tahun tanpa perubahan.
Pilihan yang
didasarkan atas keputusan pemerintah
secara sederhana dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut. Seandainya
perintah ini dapat diibaratkan sebagai seorang “raja” yang dapat menentukan
berapa kayu gergajian yang dihasilkan tahun ini dan berapa tahun depan yang
berlaku bagi sekelompok masyarakat.
7. Kritik
terhadap sistem bunga
Bantahan atas
Konsep Time Value of Money Ekonomi Islam memiliki prinsip yang yang berasal
dari sumber hukum baik al-Qur'an, hadis maupun pemikiran cendikiawan muslim.
Nilai fundamental ini yang mendasari pandangan ekonom muslim dalam melahirkan
pemikirannya, termasuk mengkaji fungsi uang dalam kehidupan ekonomi. Menurut pendapat
mereka, fungsi uang hanya ada dua yaitu:
1)
Sebagai alat pengukur harga,
2)
Alat pembayaran
Fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai tidak
diakui karena dianggap sesuatu yang mendekati riba. Fungsi uang yang dilarang
inilah yang sebenarnya melahirkan teori time value of money. Konsekuensi
logisnya, Ekonom muslim sendiri tidak sependapat dengan konsep ini. Seperti
yang kita ketahui bersama, teori keuangan konvensional mendasarkan argumen
pembenaran adanya bunga (interest) melalui konsep time value of money (nilai
waktu dari uang).
Dalam Ekonomi Islam, validitas konsep ini telah
dibantah argumentasinya dengan adanya pelarangan riba dalam Islam. Sebagai
gantinya, aktivitas bisnis dalam Ekonomi Islam selalu menekankan kepada
mekanisme sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Konsep kemitraan ini
dirasa lebih tepat dan sesuai dengan prinsip keadilan yang realistis. Dalam
ekonomi konvensional, definisi yang sering digunakan untuk menjelaskan
pengertian time value of money adalah "A
dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today
can be invested to get a return" Pemahaman ini tentu tidak akurat
karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan hasil
yang positive, negative, atau no return. Itulah sebabnya dalam teori keuangan,
selalu dikenal risk-return relationship (hubungan searah antara resiko dan hasil).
Semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi/
ditanggung, maka semakin besar hasil yang diinginkan/ didapatkan, begitu juga
sebaliknya. Menurut pendapat para ekonom konvensional, ada dua hal yang menjadi
pondasi konsep time value of money, yaitu:
1)
Presence of Inflation
Dapat
dimisalkan: katakanlah tingkat inlasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli 10
pisang goreng hari ini dengan membayar Rp.10.000 Namun bila ia membelinya tahun
depan, dengan sejumlah uang yang sama Rp.10.000 ia hanya dapat membeli 9 pisang
goreng. Oleh karena itu, ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli
uangnya akibat inflasi.
2)
Preference present consumption to future
consumption
Diandaikan
tingkat inflasi nol, sehingga dengan Rp.10.000 seseorang tetap dapat membeli 10
pisang goreng hari ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi
10 pisang goreng sekarang lebih disenangi daripada mengkonsumsi 10 pisang
goreng tahun depan. Dengan alasan ini, walaupun tingkat inflasi nihil,
Rp.10.000 lebih disukai dan dikonsumsi hari ini. Oleh sebab itu, untuk menunda
konsumsi, ia mensyaratkan kompensasi.
Argumen pertama disanggah karena tidak lengkap
kondisinya. Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi.
Seharusnya keadaan deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money.
Katakanlah tingkat deflasi 10% per tahun. 10 pisang goreng hari ini harganya
Rp.10.000 Namun bila ia membelinya tahun depan dengan uang sama maka dapat 11
pisang goreng. Oleh karena itu, ia akan memberi kompensasi atas naiknya daya
beli uangnya akibat deflasi. Tetapi pada kenyataannya hal ini tidak berlaku,
hanya satu kondisi saja yang diakomodir oleh time value of money.
Ekonomi Konvensional sebenarnya juga memasukkan
unsur ketidakpastian return dan menyebut kompensasinya sebagai discount rate
yang lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest rate. Ketidakpastian
return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainty.
Investasi tentu selalu ada kemungkinan mendapat positif return, negative return,
dan no return. Inilah yang menimbulkan ketidakpastian (uncertainty), tetapi
probabilitas negative return dan no return dipertukarkan dengan sesuatu yang
pasti, premium for uncertainty.
Keadaan inilah yang ditolak dalam Ekonomi Islam,
yaitu keadaan al- ghunmu bi la ghurmi (gaining return without responsible for
any risk) dan al- kharaj bi la dhaman (gaining income without responsible for
any expense). Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori keuangan yang
menjelaskan adanya hubungan searah antara risk dan return.
Kuantitas waktu sama bagi semua orang, yaitu 24 jam
sehari, 7 hari sepekan. Namun nilai dari waktu akan berbeda dari satu orang ke
dibandingkan orang lainnya. Misalnya bagi seorang buruh kasar satu jam kerja
bernilai Rp.25.000, bagi manajer keuangan menghasilkan Rp.250.000, sedangkan
bagi pakar Ekonomi Islam dihargai Rp.2.500.000.
Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah
bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepat guna) dan
efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan
efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang
melaksanakannya. Oleh karena itu, siapa pun pelakunya, secara sunnatullah dakan
mendapatkan keuntungan di dunia.
Lebih dari itu, dalam Islam keuntungan yang dicari
bukan saja keuntungan di dunia tetapi juga di akhirat. Oleh karenanya
pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien, tapi ia juga harus
didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di
akhirat. Sebaliknya, jika keimanan tidak mampu mendatangkan keuntungan di
dunia, berarti ada faktor-faktor yang belum diamalkan.
Keadaan suatu perekonomian tentu berfluktuasi dari
periode satu ke periode lainnya. Sebuah aktivitas bisnis tentu juga dipengaruhi
keadaan makro ekonomi tersebut, sehingga mau tidak mau harus memperhitungkan
faktor resiko dalam menjalankan usahanya. Mengacu pada time value of money,
ekonomi konvensional menggunakan besaran tingkat bunga untuk mengukur factor
ketidakpastian dan inflasi. Hal ini untuk mensiasati agar tingkat resiko lebih
kecil dan memperoleh tingkat keuntungan yang diinginkan.
Ketidakpastian dalam pemikiran ekonomi konvensional
disandarkan pada dua hal. Pertama, ketidakpastian disebabkan adanya beberapa
pilihan investasi dengan tingkat resiko dan harapan keuntungan yang berbeda.
Kedua, ketidakpastian sebagai akibat dari kondisi perekonomian yang tidak
menentu dan tidak bisa diprediksi. Keadaan yang serba tidak menentu ini
biasanya diatasi dengan kebijakan moneter melalui bunga sebagai instrumen utama
untuk mengontrol jumlah uang beredar/ mengatasi inflasi.
Sistem instrumen bunga untuk mengantisipasi
ketidakpastian dalam kajian Ekonomi Islam sendiri tidak dikehendaki
keberadaannya. Namun demikian, sebuah aktivitas bisnis tentu dipengaruhi oleh
faktor makro ekonomi berupa inflasi. Hal inilah yang menjadikan alasan
diberikannya tambahan pada nilai uang yang dibayar secara kredit dengan
memperhitungkan inflasi. Tambahan ini dibolehkan agar nilai uang tersebut tetap
dan tidak termasuk riba. Besarnya tambahan itu tidak diperkenankan ditentukan
di awal/ diprediksi untuk jangka panjang tetapi harus sesuai dengan kenyataan
yang telah terjadi.
Keuangan bisnis modern seringkali dipenuhi unsur
spekulasi (gharar) dan bunga (riba). Sebaliknya, Islam sangat melarang keras
unsur-unsur tersebut dan menggunakan analisis riil untuk menghitung tingkat
keuntungan dan risiko setiap usaha. Dengan demikian, dimungkinkan mendapatkan
keuntungan dan kerugian yang berbeda untuk jumlah pinjaman yang sama. Kajian
Ekonomi Islam terhadap teori bunga ini sendiri masih pada pendekatan mikro
ekonomi belum begitu mendalam dan komprehensif pada wilayah kebijakan ekonomi
makro dan moneter.
8. Alternatif
Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil sebagai Solusi Sebagai jawaban
atas ketidaksetujuan teori bunga (time value of money), Ekonomi Islam
menawarkan sistem kerjasama dengan menggunakan mekanisme bagi hasil (profit and
loss sharing). Sistem yang lebih adil ini berangkat dari asumsi bahwa setiap
usaha selalu mengandung resiko baik untung maupun rugi sehingga kedua belah
pihak harus siap berbagi dan menerima apapun yang terjadi tidak hanya satu
pihak saja yang untung atau dirugikan.
Pada Lembaga Keuangan Syariah, prinsip dan mekanisme
bagi hasil diterapkan menjadi produk mudharabah dan musyarakah. Namun sayang
proporsi produk utama ini masih lebih kecil dibandingkan produk lainnya.
Kekurangan ini terjadi karena sosialisasi pemahaman pada lembaga dan masyarakat
belum berjalan optimal. Sehingga diperlukan edukasi publik yang lebih lanjut
untuk menyamakan persepsi antara lembaga dengan masyarakat.
Ide dan konsep sistem bagi hasil yang berkeadilan
akan sukses jika dijalankan dengan konsisten dan profesional. Akan tetapi sulit
diaplikasikan dalam dunia nyata, karena menghadapai ketidakpastian dan inflasi.
Hambatan ini dapat diatasi dengan modifikasi asalkan masih dalam kerangka
syariah. Melalui sistem Islam yang lebih adil ini, Lembaga Keuangan Syariah
masih mempunyai peluang untuk pemberdayakan ekonomi terutama pada bisnis usaha
kecil.
[2] Toutounchian,
2009, Islamic Money & Banking Integreting Money In Capital Theory,
(Asia: WILEY), hlm 89-93.
[3] Ibid,. hlm. 93
[4] Ibid,. hlm. 96
[5] Sawaldjo
Puspopranoto, Keuangan Perbankan Dan Pasar Keuangan (Konsep, Teori, Dan
Realita), (Jakarta:
Pustaka LP3ES Indonesia, 2004),
hlm. 71
[6] Sulad Sri
Hardanto, Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, (Jakarta:
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2006), hlm. 77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar