Senin, 28 Maret 2016

INOVASI ZISWAF, ZAKAT PROFESI DAN WAKAF UANG



INOVASI ZISWAF, ZAKAT PROFESI DAN WAKAF UANG
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen ZISWAK
Dosen pengampu : Drs. Moh. Mas’udi, M.Ag.


 
 

Disusun oleh :

Vera Septinawati                    (20130720254)
Arini Leviani S.W                   (20130730259)





Fakultas Agama Islam
Program Studi Ekonomi Perbankan Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2015

KATA PENGANTAR


Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita masih bisa beraktivitas dan menyelesaikan tugas makalah ini.
Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas tentang inovasi ZISWAF, zakat profesi dan wakaf yang meliputi: bagaimana inovasi pengelolaan ZISWAF, definisi zakat profesi, nisab dan cara perhitungan zakat profesi serta definisi dan bagimana penghimpunan, pengelolaan dan pendistribusian wakaf uang.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen ZISWAK dengan semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang kami miliki dan bantuan dari beberapa sumber. Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Drs. Moh. Mas’udi, M.Ag., selaku dosen mata kuliah Manajemen ZISWAK yang sudah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat berlatih untuk membuat makalah. Di samping dapat menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, tetapi kami juga dapat berlatih menjadi insan peneliti di masa depan.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan diperkenankan bagi pembaca untuk memberikan kritik dan saran. Karena kritik dan saran yang membangun, akan menjadikan kesempurnaan makalah ini.



Yogyakarta, 22 Oktober 2015
Penulis,


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Akhlak dan ekonomi memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya mu’amalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Negara Indonesia sudah terlalu banyak keluarga yang di bawah garis kemiskinan. Hal itu, salah satu faktor utama banyaknya anak jalanan yang mengabaikan pendidikan mereka untuk ikut mencari uang demi menopang kebutuhan ekonomi keluarga.
Sebagaimana agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu: Aqidah atau Iman yang merupakan keyakinan akan adanya Allah dan Rosul Allah, Syariah yang merupakan aturan Allah tentang pelaksanaan dari penyerahan diri secara total melalui proses ibadah dalam hubungan dengan sesama manusia, Akhlak yang merupakan pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermu’amalah dengan penuh keikhlasan.
Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf (ZISWAF) bisa dikatakan sebagai jantung keuangan umat Islam apabila benar-benar disadari. Artinya, apabila jantungnya ini beroperasi dengan lancar maka dapat dipastikan ekonomi umat juga lancar.
Demikian juga dalam menciptakan lembaga ZISWAF diperlukan perencanaan yang matang dan terencana dimana mencakup segala aspek pemasaran, manajemen keuangan hingga kepada manajemen manajemen sumber daya manusia yang berbobot. Sehingga beberapa aspek tersebut diatas dapat membantu pelaksana lembaga dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Sebenarnya tujuan yang telah dirumuskan tidaklah hanya sebagai tujuan dan sasaran yang tertulis rapi terpampang kantor lembaga semata, namun seharusnya dapat berjalan dengan maksimal dan dapat dilihat dan dirasakan hasilnya secara nyata. Akan tetapi program kerja yang telah dibentuk juga tidak akan terlaksana secara maksimal tanapa adanya pengawasan yang intensif dari pihak yang mempunyai wewenang, dalam hal ini penasehat lembagalah yang dapat berperan. Sehingga di dalam operasional lembaga ZISWAF harus mencakup tiga komponen pokok Islam yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dalam Islam ada yang beberapa macam zakat, misalnya zakat profesi. Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan, dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal pada generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetailan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Dalam konteks yang sama, kita dapat melihat perkembangan selain dari macam-macam zakat yaitu wakaf.  Sekarang semakin digencarkannya wakaf uang yang tidak lain adalah wakaf tunai. Alasan dibalik gencarnya lembaga-lembaga tersebut yaitu menjadikan atau membangun wakaf dalam bentuk yang lebih produktif, tidak seperti yang sebelumnya yang hanya marak wakaf tanah dan bangunan yang kurang berkembang karena kurangnya dana maupun kurang handalnya sumber daya manusia yang dimiliki.
Mengingat begitu luasnya pembahasan masalah yang berhubungan dengan lembaga ZISWAF, kami akan membahas hal yang berhubungan dengan Inovasi ZISWAF, Zakat Profesi dan Wakaf Uang.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka kami membatasi makalah ini pada pokok permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana inovasi pengelolaan ZISWAF?
2.      Apa definisi Zakat Profesi?
3.      Apa dasar hukum Zakat Profesi?
4.      Bagaimana Nisab Zakat Profesi dan cara perhitungannya?
5.      Apa definisi Wakaf Tunai?
6.      Bagaimana Jenis Baru dalam Wakaf Uang?

C.    Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui dan memahami inovasi pengelolaan ZISWAF.
2.      Mengetahui dan memahami definisi Zakat Profesi.
3.      Mengetahui dan memahami dasar hukum Zakat Profesi.
4.      Mengetahui dan memahami Nisab Zakat Profesi dan cara perhitungannya.
5.      Mengetahui dan memahami definisi Wakaf Tunai.
6.      Mengetahui dan memahami Jenis Baru dalam Wakaf Uang.






BAB II

PEMBAHASAN


A.    Inovasi Pengelolaan ZISWAF

1.      Firdaus Memorial Park
Adalah tempat pemakaman muslim yang asri, dibangun untuk kaum dhuafa, Firdaus Memorial Park dibangun oleh Sinergi Foundation yang merupakan lembaga pengelola (nazhir) wakaf profesional yang berkhidmat menjadikan wakaf sebagai jalan untuk menyiarkan Islam dan menjadi kekuatan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Lokasi FMP di areal perkebonan teh Cikalong Wetan, Bandung, Jawa Barat. Sinergi Foundation ingin menepis kesan negatif yang menempel pada setiap pemakaman Muslim. Seperti suasana kumuh, tidak ramah lingkungan, berbiaya mahal, dan banyak melanggar syariat.
Konsep FMP ini, mengedepankan pemakaman Muslim yang asri, hijau, dan memenuhi kaidah syariat. Selain itu, wakaf Firdaus Memorial Park juga  ditujukan bagi para dhuafa. Di Bandung dan daerah-daerah perkotaan lainnya banyak dhuafa yang tidak mampu membayar pemakaman, karena memang harganya tidak terjangkau. Ini dikhususkan untuk kaum dhuafa. Cuma-Cuma, bagi para pewakif akan mendapat empat kapling pemakaman. Dua kapling adalah hak pewakif, sementara dua kapling sisanya untuk dhuafa.
2.      Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC)
Salah satu program Dompet Dhuafa berupa Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC). Menurut website LKC, program tersebut terbagi pada dua pendekatan. Pertama, direct program atau program langsung yang dirasakan seketika oleh masyarakat sasaran. Antara lain, pelayanan gerai shalat, TB center, aksi tanggap bencana (SigaB), aksi layanan sehat (ALS), khitanan massal, operasi massal dan pembiayana pasien.
Selain itu, penyelenggaraan pos sehat, pondok keluarga dan masyarakat sehat, penyuluhan kesehatan, medical chek up, bina rohani serta pelayanan ambulan gratis bagi jenazah. Kedua, program pendekatan indirect atau program tidak langsung melalaui pembinaan skill masyarakat sasaran. Antara lain berupa pendidikan dan pelatihan kader TB Dots, penyelenggaraan pusat informasi TB masyarakat. Selain itu program konsultasi pendampingan sarana kesehatan dan program pembangunan sarana kesehatan.
Program-program tersebut rasanya sangat strategis dalam mempertemukan antara donatur (aghniya) dan dhuafa. Di lain pihak, Dompet Dhuafa sebagai lembaga pengelola dana Ziswaf yang dibutuhkan masyarakat dalam layanan kesehatan gratis dan halal, di lain pihak memfasilitasi para aghniya yang akan menyalurkan dana untuk masyarakat dengan tepat sasaran.
Bahkan bukan saja bagi aghniya yang berlebihan dana, masyarakat ekonomi biasapun sangat terbuka kesempatan dalam berpartisipasi menyehatkan masyarakat. Donasi yang bisa disalurkan sesuai dengan kamampuan para donator atau masyarakat yang mau meyumbang.
3.      ZAKAT FOR HUMANITY
Tema yang diusung dalam rangka mengusung program yang digulirkan oleh DSM (Dompet Sosial Madani) Bali didirikan tahun 2001 adalah “ZAKAT FOR HUMANITY”. Muslim di Bali minoritas, tetapi kemiskinan tidak memandang siapapun mereka.
Berkhitmat sebagai lembaga nirlaba yang mengelola zakat, infak, sedekah dan wakaf berdasarkan prinsip-prinsip amanah, mandiri, dan profesional guna meningkatkan manfaat nyata bagi kesejahteraan umat. DSM Bali mengambil peran strategis dalam 3 sektor, yaitu pemberdayaan, pengembangan dakwah dan pendidikan dan bantuan kemanusiaan, kesehatan dan emergency. Karena itu core programa DSM Bali adalah Pemberdayaan, Pendidikan dan Kemanusiaan.
Program unggulan yang DSM Bali tawarkan kepada masyarakat dalam rangka membantu persoalan pendidikan adalah Rumah Asuh Madani, yaitu program pendidikan plus gratis berasrama bagi anak-anak tidak mampu. Beasiswa SIGMA, yaitu beasiswa dan orang tua asuh bagi siswa yang tidak mampu dan bantuan untuk guru pedalaman.
Layanan Kesehatan Madani, Klinik kesehatan yang melayani pengobatan dan pemeriksaan kesehatan cuma-cuma bagi pasien tidak mampu, yaitu yang terdiri dari pemeriksaan umum, ibu hamil, gigi dan tibun nabawi (pengobatan cara nabi). Dan program lainnya seperti Bengkel Kemandirian, Kemanusiaan, Bencana dan emergency.
Saat ini DSM Bali tidak hanya menggarap zakat dan ke depan DSM akan menggulirkan program fundraising dana selain zakat, seperti infaq sedekah, wakaf, hibah dana CSR (Corporate Social Responsibilty) dan dana sumbangan lainnya yang nominalnya jauh lebih besar daripada dana Zakat. Tahun 2007 DSM telah menerima asset wakaf dan non wakaf seluas 48 are untuk dikelola di wilayah Denpasar dan Negara.
4.      Beasiswa prestasi, kesehatan masyarakat pra sejahtera, program kemanusiaan, komunitas pengembangan masyarakat, kegiatan pengembangan  ekonomi masyarakat.
Bentuk program kegiatan dari Baitulmaal Muamalat merupakan salah satu lembaga  pemberdayaan dan lembaga amil zakat nasional yang menyelenggarakan  berbagai macam program bantuan untuk masyarakat. Baitulmaal Muamalat adalah lembaga pemberdayaan dan amil zakat nasional yang lahir dari sebuah institusi yang telah cukup dikenal di masyarakat yaitu Bank Muamalat. Baitulmaal Muamalat merupakan lembaga nirlaba yang bertujuan  mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum miskin melalui dana ZISWAF (donasi dari masyarakat yang terdiri dari zakat, infak, sedekah, wakaf dan dana lainnya dari perseorangan, kelompok maupun lembaga yang halal dan legal).
Pengelolaan zakat di Indonesia hingga kini belum memberikan hasil yang optimal. Pengumpulan maupun pemberdayaan dana zakat masih belum mampu memberikan pengaruh terlalu besar bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Padahal, pengelolaan zakat telah ditopang oleh sebuah perangkat hukum yaitu UU No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Banyak kendala dan hambatan yang dialami oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) untuk menggalang dana zakat dari masyarakat. Selain faktor internal lembaga, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya faktor eksternal yang mempengaruhi kecilnya kepercayaan masyarakat terhadap OPZ. Hambatan-hambatan tersebut antara lain:
a)      terbatasnya pengetahuan masyarakat yang berkaitan dengan ibadah zakat;
b)      konsepsi zakat yang masih dirasa terlalu sederhana dan tradisional. Hingga akhirnya dalam pelaksanaannya pun masih sangat sederhana, yaitu cukup dibagikan langsung sendiri kepada lingkungannya atau kepada kyai yang disenangi;
c)      sifat manusia yang kikir. Sehingga jika kekayaan itu diperoleh atas jerih payah dalam memeras otak, keringat dan kemampuannya sendiri, sehingga makin beratlah orang tersebut untuk mengeluarkan zakatnya;
d)     pembenturan kepentingan;
e)      kepercayaan muzaki, dimana banyak muzaki yang masih khawatir zakat yang diserahkannya hanya dipergunakan oleh amilnya.

B.     Definisi Zakat Profesi

Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan kepada penghasilan para pekerja karena profesinya. Akan tetapi, pekerja profesi mempunyai pengertian yang luas, karena semua orang bekerja dengan kemampannya, yang dengan kata lain mereka bekerja keras sesuai profesinya. Oleh karena itu, perlu definisi yang spesifik tentang pengertian zakat profesi.
Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah yang bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Sedangkan menurut Fachrudin (1996:23) : profesi adalah segala usaha yang halal yang mendatangkan hasil (uang)  yang relatif banyak dengan cara yang mudah, baik melalui suatu keahlian tertentu atau tidak.
Dengan demikian dari definisi tersebut diatas maka diperoleh rumusan, zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, melalui suatu keahlian tertentu. Poin-poin yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan pekerja profesi yang dimaksud, yaitu:
a.       Jenis usahanya halal;
b.      Menghasilkan uang relatif banyak;
c.       Diperoleh dengan cara yang mudah;
d.      Melalui suatu keahlian tertentu.

C.    Dasar Hukum Zakat Profesi

Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, zakat penghasilan bukanlah masalah baru karena telah dipraktekkan sejak masa awal Islam. Akan tetapi, praktek tersebut hanya sebatas hasil ijtihad semata, yang tidak banyak diceritakan dalam sejarah ataupun kitab-kitab fiqih mengenai sandaran hukumnya. Disamping itu, zakat yang dipungut pada waktu itu sangat sederhana dan tertentu, yaitu gaji atau upah (amaalih) yang diberikan kepada pegawai, barang sitaan (al-mazalim) yang dikembalikan kepada pemiliknya, dan hadiah yang diberikan kepada yang berjasa pada negara Islam, waktu itu.
Oleh karena itu, bentuk-bentuk pendapatan zaman modern sekarang yang belum ada pada masa lalu, dengan volumenya yang besar dan sumbernya yang luas itu, diperlukan ketegasan hukumnya, supaya setiap orang mengetahui kewajiban dan haknya. Maka, untuk menemukan hukumnya diperlukan penelusuran dengan menggunakan metode atau kaidah ushul fiqih.
Hukum diwajibkannya zakat penghasilan/ profesi adalah berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 267:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ وَمِمَّآأَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِئَاخِذِيهِ إِلآَّ أَن تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ {267}
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan jangan-lah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (Al-Baqarah: 267)

serta At-Taubah ayat 34 yang telah disebutkan pada bab kedua:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (٣٤)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (At-Taubah: 34)

Dalam ayat tersebut, kata “anfiquu”  memfaedahkan “wajib”, karena sesuai dengan kaidah ushul fiqih: Pada asalnya perintah itu memfaedahkan wajib.
Menurut Fachrudddin (1990: 27), kata “maa kasabtum”  dalam surat Al-Baqarah ayat 267 itu bersifat umum (‘am) dan memang sudah mendapat takhsis-nya, yaitu hadits Rasulullah SAW tentang bentuk dan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi, karena hokum pada ‘am dan khas ini sama, maka keumuman itu tretap berlaku secara utuh untuk menetapkan zakat profesi. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul:
Menyebutkan sebagian satuan dari lafadz “am yang sesuai dengan hukumnya tidak mengandung ketentuan takhsish dan Lafadz ‘am yang telah ditakhsish tetap dapat dijadikan hujjab pada makna yang masih tertinggal.
Oleh karena itu, mengambil keumuman lafadz dari ayat 267 surat Al-Baqarah itu lebih tepat dari pada mempertahankan kekhususan asbabun nuzul nya, sebab kaidah ushul mengatakan:
Makna ibarat lafadz itu mengambil pada umumnya makna lafadz bukan terbatas pada khususnya sebab (terjadi lafadz).
Sehingga, meskipun zakat itu termasuk ibadah, tetapi bukan ibadah mahdah melainkan ibadah ijtima’iyah. Zakat pada dasarnya adalah untuk merealisasikan keadilan yang menjadi tujuan hukum Islam. Zakat berfungsi untuk menyucikan harta dan mempersempit jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Selanjutnya, setelah diketahui hukum zakat profesi, maka perlu ditelusuri pula tentang besarnya nishab. Di atas telah disebutkan tentang perbedaan pendapat dalam hal penentuan besarnya nishab zakat penghasilan, disebabkan perbedaan pengambilan qiyas masing-masing. Ketidaksepakatan ini jelas memberikan kesan masih adanya kerancuan ushul fiqih, sehingga timbul persepsi bahwa hukum zakat profesi masih lemah, karena belum ada keterangan yang tekuat yang bias diambil pegangan. Maka, menurut Jalal (1998), memilih satu di antara nishab tersebut hanya menjadi selera seorang pemilih.

D.    Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya

1.      Nishab Zakat Profesi
Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tapi mewajibkan atas harta benda yang sampai nishab, bersih dari utang serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Oleh karena itu, Qardhawi (1999:482) memberikan definisi, bahwa maksud relatif banyak adalah “telah mencapai nishab”. Hal senada juga diungkapkan oleh Amien (1988:44), yaitu “di atas rata-rata pendapatan penduduk”. Pendapat mereka ini mempunyai maksud yang sama, yaitu bermakna “lebih”. Pendapat keduanya sesuai dengan firman Allah terjemahan surat al-Baqarah ayat 219, yaitu “yang lebih dari keperluan”, dan juga dalam sabda Nabi SAW menegaskan bahwa, “kewajiban zakat hanya bagi orang kaya” (Riwayat Jama’ah).
Dengan demikian, penghasilan yang mencapai nishab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran yang besar kepada golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang tidak mencapainya tidak wajib. Alasan ini dibenarkan, karena membebaskan orang-orang yang mempunyai gaji kecil dari kewajiban zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya atas pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja. Sehingga dnegan adanya batasan ini, telah mendekati pada kesamaan dan keadilan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Qardhawi (1997: 398), bahwa “termasuk prinsip keadilan : perbedaan pendapatan dan pemerataan kesempatan.”[1]
Banyak kompleks perumahan mewah dan kendaraan mewah di berbagai kota besar di Indonesia ini, adalah suatu bukti kasat-mata bahwa memang banyak profesi yang begitu mudah mendatangkan rizki. Banyak profesi modern yang mereka geluti setiap harinya. Tidak heran jika kaum profesional dengan pekerjaan-pekerjaan tertentu memang sangat mudah mendapatkan rizki dalam jumlah besar.
Dari gambaran tersebut, jelas bahwa kriteria pekerja profesi adalah para pekerja atau pegawai yang dengan mudah mendapatkan rizki dalam jumlah yang besar, baik itu di atas nishab ataupun melebihi rata-rata pendapatan masyarakat pada umumnya. Sedangkan para pekerja kecil, meskipun itu tergolong sebagai profesi namun belum mencapai nishab maka, tidak wajib untuk mengeluarkan zakatnya.
Mengenai besarnya nishab zakat penghasilan ini, terdapat perbedaan di kalangan ulama, karena tidak adanya dalil yang tegas tentang zakat profesi. (yang sekarang disebut al-maalul mustafad), sehingga mereka menggunakan qiyas (analogi) dengan melihat ‘illat (sebab hukum) yang sama kepada aturan zakat yang sudah ada.
Syaikh Muhammad al-Ghazali meng-qiyas-kan zakat profesi dengan zakat pertanian. Sehingga menurutnya, beban zakat setiap pendapatan sesuai dengan ukuran beban pekerjaan atau pengusahaannya, seperti halnya dengan pendapat Qardhawi, yang diperkuat oleh pendapat Abdur Rahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf (1999), menganalogikan zakat penghasilan dengan nishab emas, yaitu 94 gram. Hal ini sesuai dengan yang pernah dipraktikkan oleh Ibnu Mas’ud, Khalifah Muawiyah dan Umar bin Abdul Aziz.[2]
2.      Cara Perhitungannya
Syaikh Muhammad al-Ghazali menganaloikan zakat profesi kepada zakat pertanian. Sehingga berlaku nshab pertanian (menurut Instruksi Menteri Agama No. 5 Tahun 1991: 750 kg beras), tetapi tidak berlaku hawl. Zakat profesi, seperti zakat pertanian, dikeluarkan kapan saja kita memperoleh penghasilan. Bila pertanian menggunakan irigasi, maka zakatnya 5%, dan bila pertanian itu mengambil air dari langit, maka dikeluarkan 10%.[3]
Nishab zakat pertanian adalah 750 kg beras. Untuk mengetahui jumlah gaji pegawai yang besarnya setara dengan zakat pertanian, maka harus dikonversikan dengan harga minimal beras dalam waktu dan wilayah setemoat, menjadi:
750 kg x Rp 8.000 = Rp 6.000.000
Dengan demikian, apabila kita memperoleh penghasilan sejumlah itu, maka harus dikeluarkan zakatnya. Apabila ingin disesuaikan dengan pendapatan pegawai perbulannya, maka zakat pertanian ini harus disesuaikan terlebih dahulu. Misalnya, petani dalam setahun mengalami dua kali panen.
Rp 6.000.000 x 2 = Rp 12.000.000
Lalu, dibagi 12 bulan, sehingga pendapatan petani perbulannya Rp 1.000.000. jadi apabila pendapatan seorang pegawai perbulannya Rp 1.000.000 wajib zakat sesuai dengan produktivitas bidang pekerjaannya, yaitu bila diperoleh dengan cara susah, maka 5% (Rp 50.000), dan apabila diperoleh dengan mudah, maka zakat 10% (Rp 100.000).
Hsl itu sepertinya tidak mungkin. Karena pendapatan sejumlah itu adalah sangat kurang bagi seorang pegawai, belum lagi dikurangi biaya hidup yang tidak sedikit. Ini merupakan ke-musykil-an menganalogikan pada pertanian. Karena ke-musykil­-an ini, ulama yang lain memilih menganalogikan dengan emas dan perak. Menurut sebagian ulama (dan ini masih diperdebatkan), di sini berlaku nishab dan hawl. Bila dianalogikan kepada emas, (seperti pendapatnya Qardhawi, Wahbah al-Zuhayly dan kebanyakan ulama), maka nishabnya 94 gram emas. Dikonversikan ke uang (misalnya harga emas sekarang Rp 500.000 dan perak Rp 10.000):
            94 gram x Rp 500.000 = Rp 47.000.000
Bila dianalogikan dengan perak, maka jumlah nishabnya 672 gram:
            672 gram x Rp 10.000 = Rp 6.720.000
Karena ada hawl maka jumlah nishab itu haruslah setelah penghasilan dijumlahkan selama setahun. Jadi bila gaji kita setahun sama atau lebih dari Rp 47.000.000 (dianalogikan dengan emas), atau sebulannya Rp 3.916.700 keluarkan zakatnya 2,5% (Rp 97.900).
Ke-musykilan-nya, seperti telah disebutkan terletak pada standar yang mau diambil; emas atau perak. Tidak ada kepastian hukum, dan yang dirasakan berat adalah bila dianalogikan dengan perak, karena jika penghasilan sebulannya saja sebesar Rp 560.000 maka harus dikeluarkan zakatnya Rp 14.000.
Bila dianalogikan kepada zakat barang temuan (rikaz), jelas tidak ada nishab, langsug dikeluarkan zakatnya saat memperoleh harta tersebut, sebesar 20%. Dengan demikian, bila hasil kerja (gaji, upah, honorarium) dari profesi seseorang beberapa jumlahnya, sampai nishab ataupun tidak, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 20%. Hal ini musykil, karena para pegawai, buruh, kuli bangunan dan sebagainya yang penghasilannya kecil akan terkena kewajiban zakat profesi, walaupun kondisi keuangan mereka masih disebut kurang mencukupi. Oleh karena itu, tidak mungkin dianalogikanke harta rikaz, mengingat gaji atau upah para pekerja tersebut tidak begitu saja diperoleh tanpa bekerja keras.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa menganalogikan zakat profesi kepada pertanian, emas dan perak serta barang temuan (rikaz) sangat musykil. Memilih satu diantaranya hanya menjadi selera seorang pemilih semata. Karena semuanya lemah. Tidak ada keterangan yang terkuat.[4]
Ada kecenderungan yang paling mendekati dan rasional bila zakat profesi ini dianalogikan kepada zakat perdagangan. Alasannya, karena kerja profesi adalah usaha menjual jasa. Menjual jasa identik dengan tijarah. Sedangkan perdagangan adalah bagian dari tijarah. Sehingga, zakat profesi bisa dianalogikan dengan zakat perdagangan, karena mengambil ‘illat yang paling dekat, yaitu perbuatan menjual. Dengan demikian, besarnya nishab zakat profesi adalah 94 gram emas, dan kadarnya 2,5%. Akan tetapi pada zakat perdagangan (tijarah) ini, para ulama masih memperdebatkan tentang ada atau tidaknya nishab dan hawl zakat tersebut. Karena Rasulullah SAW tidak memberikan ketegasan untuk jumlah nishab dan hawl zakat perdagangan. Sehingga selama ini para ulama meng-qiyas-kannya kepada zakat emas dan perak.
Dasar penganalogian zakat profesi tersebut di atas, pada umumnya para ulama ber-istidlal kepada surat al-Baqarah ayat 267. Dalam ayat ini kewajiban infaq dari hasil usaha digandengkan dengan infaq dari hasil yang di keluarkan dari perut bumi. Akan tetapi, dikemukakan oleh Jalal, bahwa “apa yang Kami keluarkan dari perut bumi” itu, adalah berupa emas dan perak, hasil pertanian, juga barang tambang dan barang temuan (1989: 149). Oleh karena itu, jika dianalogikan dengan yang pertama, zakat profesi kita menjadi 2,5%; dan dengan yang kedua menjadi 5% atau 10% dan dengan yang ketiga menjadi 20%. Dengan demikian terjadilah kerancuan fiqh.
Telah disebutkan di atas bahwa zakat profesi 2,5% sudah menjadi kesepakatan semua ulama dari mulai sahabat, tabi’in dan para fuqaha’. Diantaranya, Abdullah Ibnu Mas’ud, Muawiyah, Umar bin Abdul Aziz dan pemikir Isla modern yaitu Yusuf Qardhawi. Umumnya mereka menganalogikan dengan zakat uang, karena penghasilan berupa gaji, upah dan honorarium berbentuk uang. Maka, tidak ada lagi alasan untuk tidak menganalogikannya selain emas.[5]
Pengeluaran zakat profesi hanya dikenakan kepada pegawai atau pekerja yang telah memperoleh penghasilan lebih dan dengan cara mudah jauh di atas rata-rata pendapatan masyarakat. Kepada yang berpenghasilan sedang, tidaklah dikenakan zakat profesi karena hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Tetapi, apabila tiba-tiba ia memperoleh penghasilan yang tidak terduga dan melebihi kebutuhannya, maka zakat yang harus dikeluarkan 20% dari penghasilan tak terduga tersebut.[6]

E.     Definisi Wakaf Tunai

Wakaf tunai menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf yaitu wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan dalam bentuk benda bergerak berupa uang yaitu mata uang rupiah dan apabila uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.[7]
Di Indonesia, sebelum lahirnya UU No. 41 tahun 2004, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang Wakaf Uang pada 11 Mei 2002 yaitu:
a)      Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
b)      Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
c)      Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
d)     Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
e)      Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

F.     Jenis Baru dalam Wakaf Uang

1.      Wakaf uang dan pengembangannya dalam bentuk investasi
Bentuk baru yang pertama dalam wakaf uang adalah wakaf uang di berbagai perusahaan investasi. Biasanya wakaf uang di sini dibentuk atas asas bagi untung (mudharabah) atau berdasarkan penyewaan pengelola.Kedua masalah ini telah telah dibicarakan oleh para ahli fikih, dengan catatan bahwa satu kepengurusan bisa melakukan investasi harta dari beberapa pemilik harta yang bermacam-macam. Pembahasan ini telah dikaji secara detail oleh para ahli fikih kontemporer yang menaruh perhatian besar pada bidang muamalat keuangan kontemporer terutama menyangkut muamalat perbankan Islam. Dalam hal ini uang yang diwakafkan kepada badan atau yayasan yang menerima pinjaman usaha bagi untung (mudharabah), atau kepada yayasan yang dikelola oleh pengelola sewaan.Sedangkan hasil dari pinjaman uang untuk usaha bagi untung diberikan sebagai amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf.
2.      Bentuk Baru dalam Wakaf  Keuntungan Uang
Diantara bentuk wakaf uang juga adalah wakaf keuntungan uang tanpa mewakafkan uangnya langsung atau tanpa mewakafkan benda yang dapat menghasilkan uang.  Pada praaktiknya bentuk wakaf keuntungan uang ini sangat banyak dan tidak bisa kita batasi, akan tetapi tidak terlepas dari dua hal berikut:
a.       Wakaf hasil benda yang dapat diproduksi hingga batas waktu tertentu. Misalnya, seorang mewakafkan hasil dari suatu benda, baik secara keseluruhan maupun hasil bersihnya saja, yang muncul dari investasi bagunan pada sepuluh hari pertama dari bulan dzjulhijjah setiap tahun. Atau seorang dermawan yang mempunyai tempat parkir mobil dan mewakafkan hasil tempat parkirnya setiap hari jum’at kepada orang-orang miskin. Atau pemilik kebun binatang mewakafkan pendapatannya selama satu bulan misalnya setiap setahun tiga kali, dan lain sebagainya.
b.      Wakaf bagian prosentase dari keuntungan uang, baik secara keseluruhan maupun hasil bersihnya saja bagi lembaga investasi yang menyelenggarakan penggalangan dana untuk investasi, ditambah zakat wajib yang harus diberikan kepada orang yang berhak menurut syariat Islam.






BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

1.      Persaingan diantara lembaga-lembaga ZISWAF  saat ini terus meningkat. Promosi semakin gencar dilakukan seiring meningkatnya angka kelas menengah di Indonesia menjadi peluang bagi lembaga-lembaga NGO ini untuk memaksimalkan raihan mereka. Agresifitas lembaga-lembaga ini dapat menolong distribusi kekayaan diantara masyarakat Indonesia terutama untuk masyarakat yang membutuhkan.
2.      Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, melalui suatu keahlian tertentu.
3.      Nishab zakat profesi seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran yang besar kepada golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang tidak mencapainya tidak wajib.
4.      Para ulama lebih mengikuti analogi perhitungan zakat profesi sesuai perhitungan emas (94 gram) yaitu sebesar 2,5%.
5.      Wakaf adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
6.      Jenis baru dalam wakaf uang antara lain wakaf uang dan pengembangannya dalam bentuk investasi dan bentuk baru dalam wakaf  keuntungan uang.

DAFTAR PUSTAKA


Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen agma RI, 2006.

Muhammad. Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer. Jakarta: Salemba Diniyah, 2002

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Qahaf, DR. Mundzir. 2005. MANAJEMEN WAKAF PRODUKTIF, Jakarta: KHALIFA.

Trinity, 2008. “Kumpulan Undang-undang tentang Wakaf dan Zakat”, Citra Media Wacana.









 




[1] Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Zakat dalam Fiqih Kontemporer, Jakarta, Salemba Diniyah, 2002, hlm. 59-60.
[2]Ibid,. hlm. 62.
[3]Ibid,. hlm. 64.
[4]Ibid,. hlm. 65.
[5]Ibid,. hlm. 66.
[6]Ibid,. hlm. 72.
[7] Pasal 22 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU YOGYAKARTA (WIROBRAJAN) Jalan HOS Cokroaminoto No. 33A, Yogyak...