KEBIJAKAN FISKAL DAN IKLIM INVESTASI
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ekonomi Makro Islam
Dosen pengampu : Andri Martiana, Lc.,
M.A.
Disusun oleh :
Vera Septinawati (20130730254)
Arini Leviani S.W (20130730259)
Fakultas
Agama Islam
Program
Studi Ekonomi Perbankan Islam
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga sampai saat
ini kita masih bisa beraktivitas dan menyelesaikan tugas makalah ini.
Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas tentang kebijakan fiskal dan
iklim investasi yang meliputi:
kebijakan fiskal dalam lingkup konvensional dan syariah serta perbandingan keduanya dan iklim
investasi secara umum dan syariah serta perbandingannya.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ekonomi Makro Islam dengan semaksimal mungkin sesuai
kemampuan yang kami miliki dan bantuan dari beberapa sumber. Terima kasih kami
ucapkan kepada Ibu
Andri Martiana, LC. selaku dosen mata kuliah
Ekonomi Makro Islam yang sudah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat
berlatih untuk membuat makalah. Di samping dapat menuangkan gagasan dalam
bentuk tulisan, tetapi kami juga dapat berlatih menjadi insan peneliti di masa
depan.
Semoga makalah yang
kami buat ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan diperkenankan bagi pembaca
untuk memberikan kritik dan saran. Karena kritik dan saran yang membangun, akan
menjadikan kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, Mei 2015
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi neoklasik mempercayakan bahwa
kebijakan publik biasanya didasarkan pada kemampuan pemerintah dalam menarik pajak dan
memacu tarif pada subsidi asing. Dalam bahasa ekonomi
yang termasuk sebagai kebijakan publik salah satunya berupa kebijakan fiskal. Sehingga kebijakan
fiskal dalam bahasa ekonomi konvensional dipandang sebagai instrument manajemen
permintaan yang berusaha memengaruhi tingkat aktivitas ekonomi melalui
pengendalian pajak dan pengeluaran pemerintah.
Lahirnya kebijakan fiskal dalam suatu negara sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Fiskal adalah salah satu bagian atau instrument
ekonomi publik. Pembahasan mengenai kebijakan ekonomi publik biasanya sangat rumit karena masuknya
faktor-faktor non-ekonomi ke dalamnya. Aspek-aspek sosial, politik dan
strategis dalam kebijakan ekonomi public itu penting dan tidak boleh dipisahkan
karena kehidupan adalah satu kesatuan.
Kebijakan fiskal atau secara tradisional dikenal dengan
keuangan publik,
merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan, pemeliharaan dan
pembayaran dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi publik dan pemerintahan. Penghasilan dan
pembiayaan otoritas public dan administrasi keuangan.
Di dalam sejarah Islam keuangan publik berkembangbersamaan dengan
pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan Negara Islam oleh Rasulullah
SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat (khulafaur rassyidin). Kendatipun
sebelumnya telah digariskan dalam Al-Qur’an, dalam hal santunan kepada orang
miskin.
Kebijakan fiskal juga memengaruhi iklim investasi karena
merupakan salah satu kebijakan pemerintah agar pelaku ekonomi merasa aman dalam
melakukan aktivitasnya.
Iklim investasi yang baik akan mendorong tumbuhnya investasi
sektor swasta yang produktif sebagai penggerak pertumbuhan dan mengurangi
tingkat kemiskinan. Hal ini akan menciptakan kesempatan dan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat. Iklim investasi yang baik akan memperluas jenis barang dan
jasa yang tersedia serta mengurangi tingkat harganya sebagai manfaat bagi para
konsumen. Hal tersebut juga merupakan dukungan bagi sumber penerimaan pajak
yang berkelanjutan guna membiayai tujuan-tujuan sosial penting lainnya. Banyak
aspek dari suatu iklim investasi yang baik termasuk di dalamnya infrastruktur,
sistem peradilan dan pasar modal yang efisien yang secara langsung meningkatkan
taraf hidup masyarakat, baik bagi mereka yang bekerja atau berusaha dalam
aktivitas-aktivitas kewirausahaan maupun tidak.
Memperbaiki iklim inestasi sebagai kesempatan dan insentif
bagi perusahaan untuk melakukan investasi secara produktif, menciptakan
kesempatan kerja dan mengembangkan usaha adalah kunci untuk kemajuan yang
berkelanjutan dalam memerangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan.
Dengan tingkat keanekaragaman yang begitu luas di seluruh dunia, baik
antarnegara maupun di dalam tiap-tiap negara, iklim investasi memengaruhi
keputusan-keputusan berbagai jenis perusahaan: keputusan petani untuk menanam
lebih banyak benih, keputusan wirausahaawan mikro untuk memulai suatu usaha,
keputusan perusahaan manufaktur lokal untuk mengembangkan lini produksinya dan
memperkerjakan lebih banyak orang, keputusan perusahaan multinasional untuk
menetapkan lokasi fasilitas produksi global berikutnya.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang di atas, kami akan membahas masalah mengenai:
1.
Bagaimana kebijakan fiskal secara umum atau konvensional?
2.
Bagaimana kebijakan fiskal secara
Islam?
3.
Bagaimana perbandingan kebijakan fiskal
secara umum dan secara Islam?
4.
Apa iklim investasi dan investasi serta
cakupannya secara umum?
5.
Bagaimana investasi dalam pandangan
Islam?
6.
Bagaimana perbandingan investasi secara
umum dengan investasi secara Islam?
7.
Bagaimana keterkaitan antara kebijakan
fiskal dengan iklim investasi?
C. Tujuan
Dilihat dari rumusan masalah yang ada,
dapat dimengerti bahwa makalah mempunyai tujuan untuk:
1. Mengetahui
dan memahami kebijakan fiskal secara umum atau konvensional.
2. Mengetahui
dan memahami kebijakan fiskal secara Islam.
3. Mengetahui
dan memahami perbandingan kebijakan fiskal secara umum dan secara Islam.
4. Mengetahui
dan memahami iklim investasi dan investasi serta cakupannya secara umum.
5. Mengetahui
dan memahami investasi dalam pandangan Islam.
6. Mengetahui
dan memahami perbandingan investasi secara umum dengan investasi secara Islam.
7. Mengetahui
dan memahami keterkaitan antara kebijakan fiskal dengan iklim ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal Secara Umum
1.
Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam mengarahkan kondisi
perekonomian ke arah yang lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran anggaran pemerintah.[1]
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar.
Namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja negara atau
pemerintah.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana
dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebjakan
pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan negara atau pengeluaran dana
negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional mengalami
inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan
cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan
lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
2.
Mekanisme Kebijakan Fiskal
Dalam kebijakan
fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus anggaran, sedangkan dalam kerangka
kebijakan moneter, inflasi dikendalikan dengan tingkat bunga dan cadangan
wajib. Piranti kebijakan yang perlu dipersiapkan meliputi:
a. Pajak untuk sektor swasta
b. Pinjaman pada masyarkat
c. Pengeluaran Pemerintah untuk pengendalian pengangguran
Dalam menjalankan kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan tiga bentuk
tindakan :
a. Mengubah pengeluaran pemerintah saja
b. Mengubah pajak saja
c. Secara serentak mengubah pengeluaran pemerintah dan
pajak.
3. Manfaat
Kebijakan Fiskal
Manfaat kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan
dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G),
jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat
kesempatan kerja (N).
Manfaat utama kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga.
Implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi
perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi.
Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat, seperti kebijakan fiskal,
kebijakan moneter, perdagangan dan penentuan harga.
B. Kebijakan Fiskal Secara Islam
Beberapa hal penting ekonomi Islam yang berimplikasi bagi
penentuan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:[2]
1. Mengabaikan
keadaan ekonomi dalam ekonomi Islam, pemerintahan Muslim harus menjamin bahwa
Zakat dikumpulkan dari orang-orang Muslim yang memiliki harta melebihi nilai
minimum dan yang digunakan untuk maksudyang dikhususkan dalam kitab Suci
Al-Qur’an.
2. Tingka
bunga tidak berperan dalam sistem ekonomi Islam. Perubahan ini secara alamiah
tidak hanya pada kebijakan moneter tetapi juga pada kebijakan fiskal. Ketika
bunga mencapai tingkat keseimbangan dalam pasar uang tidak akan
dapatdijalankan, beberapa alternatif harus ditemukan. Salah satu alat
alternatifnya adalah menetapkan pengambilan jumlah dari uang idle.
3. Ketika
semua pinjaman dalam Islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah akan
dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil. Oleh karena itu, ukuran public
debt menjadi lebih kecil.
4. Ekonomi
Islam merupakan diupayakan untuk membantu atau mendukung ekonomi masyarakat
Muslim yang terbelakang dan menyebarkan pesan-pesan ajaran Islam. Jadi,
pengeluaran pemerintah akan diarahkan pada kegiatan-kegiatan peningkatan
pemahaman terhadap Islam dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Muslim yang
masih berada terbelakang. Pembayar pajak dalam ekonomi Islam adalah secara
jelas sebagai bagian dari upaya-upaya mengembangakn Islam.
5. Negara
Islam merupakan Negara yang sejahtera, dimana kesejahteraan memiliki makna yang
luas daripada konsep Barat. Kesejahteraan meliputi aspek material dan aspek
spiritual dengan lebih besar menekankan pada sisi spiritual. Negara Islam bertanggungjawab
untuk melindungi aparat warga Negara, kehidupan, keturunan, dan harta milik.
Jadi, segala sesuatu itu secara tidak langsung meningkatkan barang-barang itu.
6. Pada
saat perang, Islam berharap orang-orang itu memberikan tidak hanya kehidupannya,
tetapi juga pada harta bendanya untuk menjaga agama.
7. Akhirnya,
namun ini hal yang sangat penting, hak perpajakan dalam Negara Islam tidak
terbatas. Beberapa orang kebanyakan mengatakan bahwa kebijakan perpajakan di
luar apa yang disebut zakat, ini adalah tidak mungkin kecuali berada dalam
situasi tertentu.
1. Tujuan Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi
Islam akan berbeda dari penafsiran sistem ekonomi sekuler. Namun mereka
memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi.
Tujuan dari semua aktivitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk
memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia. Kebijakan publik adalah suatu alat
untuk mencapai tujuan tersebut.[3]
Pada sistem ekonomi sekuler konsep kesejahteraan
hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di
dunia. Tidak ada sesuatu yang diberikan kepada masyarakat untuk pemenuhan
kebutuhan spiritual manusia. Di dalam Islam, konsep kesejahteraan adalah luas,
meliputi kehidupan di dunia dan akhirat dan peningkatan spiritual lebih
ditekankan daripada pemilikan material. Sementara itu, ekonomi sekuler adalah
bebas nilai, dalam sistem ekonomi Islam nilai moral adalah pusatnya. Perbedaan
ini harus selalu dijaga dalam jiwa kita, sebab mereka memberikan penafsiran
yang tepat mengenai berbagai tujuan dan petunjuk prioritas.
Dengan adanya kebijakan fiskal ini
diharapkan dapat membantu dalam pencapaian tujuan saat ini dan bagimana
caranya. Jika demikian berarti kita kembali pada bagian mekanisme kebijakan
fiskal.
2. Komponen Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan sitem
kebijakan keuangan suatu Negara. Oleh karenanya, di dalam sistem kebijakan
fiskal ini akan dibahas tiga komponen pokok, yaitu: penerimaan Negara,
pengeluaran Negara dan utang Negara dalam perspektif Islam.[4]
a.
Sumber Penerimaan Negara
1.
Zakat
Zakat merupakan sumber pertama dan terpenting dari
penerimaan Negara, pada awal pemerintahan Islam. Perlu dicatat, bahwa zakat
bukanlah merupakan sumber penerimaan biasa bagi negara-negara di dunia, karena
itu juga tidak dianggap sebagai sumber pembiayaan utama. Dengan demikian,
negara bertanggungjawab dalam penghimpun dan menggunakannya secara layak dan
penghasilan dari zakat tidak boleh dicampu dengan penerimaan publik lainnya.
2.
Ghanimah
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa
dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan
mendapatkan bagian sebesar empat perlima.
3.
Fa’i
Penggunaan fa’i diatur oleh Rasulullah SAW sebagai harta
negara dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum, seperti
fungsi kelima dari penggunaan ghanimah. Alokasi dari pembagiannya berbeda-beda
daisatu kepada pemerintah kepada yang lainnya, tergantung pada kebijaksanaan
masing-masing kepada negara dan lembaga musyawarah yang dipimpinnya.
4.
Jizyah
Meskipun jizyah merupakan hal wajib, namun ajaran Islam ada
ketentuan, yaitu bahwa jizyah dikenakan kepada seluruh non-Muslim dewasa,
laki-laki, yang mampu membayarnya. Sedang bagi perempuan, anak-anak, orang tua
dan pendeta dikecualikan sebagai kelompok yang tidak wajib ikut bertempur dan
tidak diharapkan mampu ikut bertempur.
Orang-orang miskin, penganggur, pengemis, tidak dikenakanpajak. Jumlah jizyah
yang harus dibayar, sangat bervariasi antara 12 dan 48 dirham setahun, sesuai
dengan kondisi keuangan mereka. Jika seseorang memeluk agama Islam, kewajiban
membayar jizyah itu ikut gugur. Hasil pengumpulan dana dari jizyah, digunakan
untuk membiayai kesejahteraan umum.
b.
Pengeluaran Negara
Ibn Taimiyah menyarankan agar Negara
atau pemerintahan Islam harus dapat merealisasikan program: menghilangkan
kemiskinan, regulasi pasar, kebijakan moneter, perencanaan ekonomi. Aktivitas
ini dilakukan, sehingga siklus ekonomi dapat berjalan baik, dan kesejahteraan
masyarakat tercapai. Kemiskinan dapat menjurus kepada kekafiran.
Berdasarkan sumber-sumber penerimaan
anggaran tersebut, maka dapat disalurkan untuk pembelanjaan negara, yang
kesemuanya ditujukan untuk kemakmuran masyarakat.
Kepentingan pertama diarahkan pada
biaya pertahanan negara dan menjaga perdamaian negara. Kemudian kepentingan
kedua dikeluarkan untuk pokok pengeluaran lain, menurut Ibn Taimiyah dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Pengeluaran untuk para gubernur,
menteri dan penjabat pemerintah lain tak dapat dielakkan oleh pemerintahan
manapun, harus dibiayai dari anggaran penerimaan fa’i.
2.
Memelihara keadilan. Negara harus
mengurus hakim atau qadi.
3.
Biaya pendidikan warga Negara, baik
siswa maupun gurunya.
4.
Utilitas umu, infrastruktur dan gugs
tugas ekonomi, harus ditanggung Negara.
c.
Utang Negara
Utang negara berasal dari utang dalam
Islam semua pinjaman harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan bebas-bunga.
Pinjaman dapat diperoleh dengan cara langsung dari publik atau secara tidak
langsung dalam bentuk pinjaman yang diperoleh dari bank sentral. Pinjaman dari
bank sentral merupakan suatu bentuk pinjaman yang diperoleh dari bank sentral.
Pinjaman dari bank sentral merupakan suatu bentuk pinjaman yang dilakukan
karena menggambarkan buruknya situasi harga pada umunya. Dengan demikian,
pinjaman ini dilakukan untuk menstabilkan harga. Pinjaman dari negara lain yang
menggunakan sistem bebas-bunga pada umumnya suah untuk didapatkan. Oleh
karenanya, suatu Negara tertentu mungkin akan mendapatkan dari Negara lain,
yang sepaham. Akan tetapi, di dalam umat Islam, hal tersebut merupakan tugas
bagi Negara-negara kaya untuk membantu, kepada Negara-negara Muslim yang
miskin.
C. Perbandingan Kebijakan Fiskal Secara Umum dan Secara Islam
1. Perbedaan[5]
a.
Politik ekonomi kebijakan fiskal konvensional
Menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai asas atau sasaran yang harus dicapai
perekonomian nasional telah diterapkan di Indonesia. Dalam pembahasan RAPBN hingga menjadi APBN antara
pemerintah dan DPR, termasuk pandangan para pengamat ekonomi, salah satu isu
sentralnya adalah pertumbuhan ekonomi.
Adapun argumentasi pemerintah, DPR dan pengamat ekonomi yang menempatkan
pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran utama kebijakan fiskal (dalam kerangka
lebih luas kebijakan makro ekonomi), yaitu untuk menuntaskan berbagai permasalahan
krusial ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran bahwa untuk mengurangi
kemiskinan dan pengangguran diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Betapa urgennya masalah pertumbuhan ekonomi dalam paradigma ekonomi
konvensional diungkapkan oleh Thurow. Sebagaimana dikutip Umar Capra, Thurow
menyatakan jika negara memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, maka ia akan
memiliki lapangan kerja yang lebih banyak dan pendapatan yang lebih tinggi bagi
siapa saja dan ia tidak perlu risau mengenai distribusi lapangan kerja atau
pendapatan. Dalam keadaan apa pun, distribusi
sumber-sumber daya ekonomi secara otomatis akan menjadi lebih merata seiring
dengan proses pertumbuhan ekonomi.
Agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercapai maka kebijakan-kebijakan
makro ekonomi dan fiskal diarahkan untuk menggenjot tingkat produksi nasional
melalui peningkatan investasi, konsumsi masyarakat dan ekspor.
Logikanya, untuk meningkatkan ekspor,
kapasitas terpasang industri dalam negeri harus ditingkatkan.
Tapi hal ini sangat tergantung pada daya
saing dan permintaan pasar dunia terhadap komoditas-komoditas yang diproduksi
di Indonesia. Begitu pula untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, tingkat
pendapatan masyarakat harus didorong, antara lain melalui penyerapan tenaga
kerja baru dan pengangguran. Artinya untuk menyerap tenaga kerja sebanyak
mungkin, investasi dan kapasitas terpasang industri di Indonesia harus
ditingkatkan.
Sebaliknya agar investasi meningkat, pasar dalam negeri harus memilki daya
tarik bagi para investor, antara lain berupa tingginya pemintaan (konsumsi)
masyarakat. Jadi dalam logika ini, kunci peningkatan output Indonesia (baik PDB
dan PNB) adalah peningkatan investasi, dengan kata lain tingkat investasi yang
tinggi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
b. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam
Menurut an-Nabhani, realitas menunjukkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang
harus dipenuhi adalah kebutuhan setiap individunya bukan kebutuhan manusia secara kolektif
(seperti kebutuhan bangsa Indonesia). Kunci
permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan kepada setiap warga
negara.
Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan permasalahan ekonomi seperti
kemiskinan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan yang
menimpa negara atau bangsa. Dengan terpecahkannya permasalahan kemiskinan yang
menimpa indvidu dan terdistribusikannya kekayaan nasional secara adil dan
merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga negara sehingga
dengan sendirinya akan meningkatkan kekayaan nasional. Ketika kunci
permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan yang adil, maka yang
harus dijelaskan adalah bagaimanakah metode untuk menciptakan distribusi
kekayaan yang adil melalui kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan Allah
dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya “Supaya harta itu jangan hanya beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme untuk
menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Karenanya kebijakan fiskal tidak akan
berfungsi dengan baik bila tidak didukung oleh mekanisme-mekanisme lainnya yang
diatur melalui syariat Islam, seperti mekanisme kepemilikan, mekanisme
pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan, dan mekanisme kebijakan ekonomi
negara.
Dengan kata lain, syariat Islam harus diterapkan secara menyeluruh (kaffah)
tanpa dipilah-pilah (parsial) agar syariah mechanism dapat dengan
sempurna mengatur distribusi ekonomi yang adil. Adapun peranan kebijakan fiskal
sebagai salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian merupakan
konsekuensi logis dari kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah satu
realitas yang menunjukkan bahwa tidak semua warga negara memiliki kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dalam ekonomi konvensional dikenal
sebagai masalah eksternalitas dan kegagalan pasar (market failure).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, politik ekonomi yang mendasari kebijakan
fiskal Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu secara
menyeluruh dan mendorong mereka memenuhi berbagai kebutuhan sekunder dan
tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Menurut al-Maliki kebutuhan pokok yang
disyariatkan oleh Islam terbagi dua. Pertama, kebutuhan-kebutuhan primer bagi
setiap individu secara menyeluruh. Kebutuhan ini meliputi pangan (makanan),
sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal).
Kedua, kebutuhan-kebutuhan pokok bagi
rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan-kebutuhan katagori ini adalah keamanan,
kesehatan dan pendidikan dengan kata lain Islam lebih mengedepankan tentang maqosid syariah.
2. Persamaan
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam berbeda dari ekonomi
konvensional, namun ada kesamaan yaitu dari segi sama-sama menganalisis dan
membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktivitas ekonomi bagi semua
manusia adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia dan kebijakan
publik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada sistem konvensional, konsep kesejahteraan hidup adalah untuk
mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini. Namun dalam Islam,
konsep kesejahteraannya sangat luas, meliputi kehidupan di dunia dan di akhirat
serta peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk:
a. pengalokasian sumber daya secara efisien;
b. pencapaian stabilitas ekonomi;
c. mendorong pertumbuhan ekonomi; dan
d. pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Faridi dan Salama (dua
ekonom muslim) bahwa tujuan ini tetap sah diterapkan dalam sistem ekonomi Islam
walaupun penafsiran mereka akan menjadi berbeda. Jadi kebijakan fiskal merupakan salah satu dari piranti
kebijakan ekonomi makro. Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal
dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan
penerimaan pemerintah sehingga menimbulkan gagasan untuk dengan sengaja
mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna memperbaiki kestabilan
ekonomi.
D. Iklim Investasi dan Investasi Serta Cakupannya Secara Umum
1. Iklim
investasi
Iklim investasi adalah suatu kumpulan
faktor-faktor lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan dorongan bagi
perusahaan untuk melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan,
dan mengembangkan diri.[6]
Kebijakan dan perilaku pemerintah memiliki suatu pengaruh yang besar melalui
dampaknya terhadap biaya, resiko dan pembatasan bagi persaingan. Kontribusi
suatu perusahaan terhadap masyarakat ditentukan oleh iklim investasi.
Perusahaan merupakan istilah untuk para
pelaku ekonomi dalam suatu jangkauan yang luas dari para petani perorangan dan
wirausahawan mikro sampai dengan perusahaan-perusahaan manufaktur domestik dan
multinasional tanpa memandang ukuran aktivitas atau status hukum formalnya.
Perusahaan melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan. Keputusan
investasi tersebut dipengaruhi oleh pemikiran, kapabilitas dan strategi mereka
serta oleh penelaahan mereka atas kesempatan dan insentif yang ada pada
lokasi-lokasi tertentu.
Kesempatan dan isentif yang harus
dimanfaatkan perusahaan untuk melakukan investasi secara produktif, menciptakan
pekerjaan dan melakukan pengembangan dapat dipetakan melalui dampaknya terhadap
keuntungan yang telah diperhitungkan. Keuntungan dipengarugi oleh biaya, resiko
dan pembatasan bagi persaingan yang berhubungan dengan kesempatan tertentu.
Masing-masing faktor memiliki kepentingannya tersendiri dan ketiganya saling
berkaitan. Beebrapa jenis resiko dapat dikurangi dengan mengeluarkan biaya yang
lebih besar. Tingkat biaya dan resiko yang tinggi merupakan pembatasan bagi
persaingan. Pembatasan bagi persaingan dapat mengurangi tingkat resiko bagi beberapa
perusahaan akan tetapi menghilangkan kesempatan serta meningkatkan biaya bagi
perusahaan-perusahaan lainnya.
Biaya
Biaya produksi dan distribusi produk
memengaruhi sejumlah kesempatan yang mungkin dapat memberikan keuntungan.
Banyak jenis biaya dari suatu perusahaan merupakan suatu fungsi normal dari
aktivitas komersialnya. Sementara biaya-biaya lain berasal dari kebijakan dan
perilaku pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung
yang paling nyata adalah perpajakan. Namun demikian, pemerintah memiliki
peranan penting dalam penyediaan barang-barang publik, menunjang pengadaan
infrastruktur dan menangani kegagalan-kegagalan pasar lainnya. Cara pemerintah
melaksanakan hal-hal tersebut dapat memiliki dampak atas biaya-biaya yang
dihadapi perusahaan. Misalnya biaya yang berkaitan dengan kriminalitas,
korupsi, pelaksanaan peraturan, infrastruktur yang tidak memadai dan minimnya
pemaksaan kepatuhan terhadap kesepatan (kontrak) yang dapat mencapai lebih dari
25% nilai penjualan atau melebih tiga kali nilai pengeluaran untuk pajak.
Tingkat dan komposisi dari biaya-biaya ini sangat bervariasi. Biaya waktu yang
harus digunakan untuk melaksanakan peraturan tertentu yang disyaratkan juga
sangat bervariasi. Sebagai contoh, pendaftaran suatu usaha baru di Australia
hanya membutuhkan waktu 2 hari, akan tetapi di Haiti dapat berlangsung lebih
dari 200 hari.
Resiko
Keputusan investasi bersifat memandang
ke depan, melakukan alokasi sumber daya saat ini dengan harapan mendapatkan
hasil pada masa yang akan datang. Banyak resiko investasi seperti biaya,
merupakan suatu fungsi normal dari kegiatan-kegiatan komersial, termasuk
ketidakpastian respon dari konsumen dan pesaing sehingga sudah selayaknya untuk
menjadi beban perusahaan. Namun pemerintah memiliki peranan penting dalam
membantu perusahaan untuk menangani resiko yang berkaitan dengan keamanan dari
hak-hak atas properti mereka.
Penilaian dampak atas resiko merupakan
hal yang rumit dengan adanya berbagai macam tanggapan dari perusahaan menuntut
hasil yang lebih tinggi, menerapkan periode perencanaan yang lebih singkat,
atau tidak melakukan investasi sama sekali. Perusahaan yang beroperasi di
beberapa negara yang beresiko tinggi membutuhkan tingkat pengembalian modal
lebih dari dua kali tingkat pengembalian yang dapat diterimanya di
negara-negara dengan tingkat resiko yang lebih rendah untuk mengkompensasi
resiko ekstra yang dihadapinya.
Pembatasan bagi
persaingan
Perusahaan tentunya akan memilih
persaingan yang lebih longgar disbanding yang lebih ketat. Akan tetapi suatu
pembatasan bagi persaingan yang menguntungkan satu perusahaan akan
menghilangkan kesempatan dan meningkatkan biaya bagi perusahaan lain serta pihak
konsumen. Tekanan persaingan juga akan mendorong perusahaan untuk berinovasi,
meningkatkan produktivitasnya serta membagi manfaat peningkatan
produktivitasnya bersama dengan konsumen dan para pekerjanya. Banyak faktor
termasuk skala ekonomi dan besar pasar yang dapat memengaruhi tingkat
persaingan dalam suatu pasar. Pemerintah dapat pula memengaruhi tekanan
kompetitif melalui peraturan untuk dapat masuk dan keluar pasar serta respon
mereka terhadap perilaku antipersaingan oleh perusahaan.
Memperbaiki iklim investasi tidak
berarti mengurangi seluruh biaya, seluruh resiko dan seluruh pembatasan.[7]
Pajak dan peraturan mendukung suatu iklim investasi yang baik serta melindungi
kepentingan sosial yang lebih luas. mengelola tekanan antara menciptakan suatu
iklim investasi yang baik untuk perusahaan dengan mencapai tujuan sosial
lainnya meerupakan suatu tantangan besar bagi pemerintah.
2. Pengertian
Investasi
Investasi lazim disebut dengan istilah
penanaman modal atau pembentukan modal sebagai salah satu komponen untuk
menentukan agregat. Tabungan dari sektor rumah tangga, melalui
institusi-institusi keuangan, akan mengalir ke sektor perusahaan.[8]
Uang yang digunakan untuk membeli barang-barang modal sebagai pengeluaran
dinamakan investasi. Jadi istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran
atau pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang
modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.sehingga
perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang.
Berdasarkan teori ekonomi, investasi
berarti pembelian dan berarti juga produksi dari kapital/modal
barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan
datang (barang produksi).
Contoh termasuk membangun rel kereta api atau suatu pabrik,
pembukaan lahan atau seseorang sekolah di universitas. Untuk lebih jelasnya,
investasi juga adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G +
(X-M).
Fungsi investasi pada aspek tersebut
dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik, mesin, dan lain-lain)
dan investasi residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi
pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu
pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana
tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi
sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang.
Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri
untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari
investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.
3. Produk-produk
Investasi
Beberapa produk
investasi dikenal sebagai efek atau surat berharga. Dimana definisi efek adalah
suatu instrumen bentuk kepemilikan yang dapat dipindah tangankan dalam bentuk
surat berharga, saham atau obligasi, bukti hutang (Promissory Notes),
bunga atau partisipasi dalam suatu perjanjian kolektif (Reksadana), Hak untuk
membeli suatu saham (Rights), Warrant untuk membeli saham pada
masa mendatang atau instrumen yang dapat diperjual belikan.
4. Bentuk-bentuk
investasi
a. Investasi
tanah diharapkan dengan bertambahnya populasi dan penggunaan tanah, harga tanah
akan meningkat di masa depan.
b. Investasi
pendidikan dengan bertambahnya pengetahuan dan keahlian, diharapkan pencarian
kerja dan pendapatan lebih besar.
5. Resiko
Investasi
Investasi selain juga
dapat menambah penghasilan seseorang juga membawa resiko keuangan bilamana
investasi tersebut gagal. Kegagalan investasi disebabkan oleh banyak hal, di
antaranya adalah faktor keamanan (baik dari bencana alam
atau diakibatkan faktor manusia), ketertiban hukum, dan lain-lain.
Ada 2 bentuk investasi:
a. Investasi
pada Aktiva Riil yaitu investasi dalam bentuk yang dapat dilihat secara fisik,
seperti emas, intan, rumah, dan lain-lain.
b. Investasi
pada Aktiva Finansial yaitu investasi dalam bentuk yang biasanya diwakilkan
dalam surat-surat berharga, seperti deposito, obligasi, dan lain-lain.
Ada 2 cara dalam berinvestasi pada
Aktiva Finansial:
a. Investasi
Secara Langsung, artinya dengan memiliki surat berharga tersebut pemilik dapat
menentukan jalannya kebijaksanaan yang juga berpengaruh pada investasi surat
berharga yang dimilikinya. Contoh: Saham.
b. Investasi
Secara Tidak Langsung, artinya pengelolaan surat berharga diwakilkan oleh suatu
badan atau lembaga yang mengolah investasi para pemegang surat berharganya
untuk sedapat mungkin menghasilkan keuntungan yang memuaskan para pemegang
surat berharganya. Contoh: Reksadana.
Ada 5 pertimbangan dalam berinvestasi:
a. Tujuan
Investasi
Tujuan yang utama
adalah mengharapkan keuntungan di masa depan. Tujuan yang lainnya yakni
mengantisipasi tekanan inflasi. Contoh: Jika suku bunga bank 5% per-tahun dan
angka inflasi 9%, maka secara jumlah uang kita akan bertambah karena suku
bunga. Tetapi secara nilai atau daya beli uang, uang kita mengalami penurunan
yang secara kasar adalah sekitar 4%. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya
kita harus melakukan investasi dengan tingkat suku bunga lebih dari 9% atau
minimal sama dengan tingkat inflasi.
Suatu perusahaan
melakukan investasi jangka panjang tentunya didasarkan pada tujuan tertentu
yang kemungkinan berbeda dengan perusahaan lain. Dalam uraian di depan telah
disebutkan bahwa salah satu tujuan investasi adalah untuk mencari keuntungan.
Secara umum tujuan investasi memang mencari untung, tetapi bagi perusahaan
tertentu kemungkinan ada tujuan utama yang lain selain untuk mencari untung.
Dari tulisan para ahli, diperoleh informasi bahwa pada umumnya tujuan investasi
adalah sebagai berikut:
1. Untuk
memperoleh pendapatan yang tetap dalam setiap periode, antara lain seperti
bunga, royalti, deviden, atau uang sewa dan lain-lainnya.
2. Untuk
membentuk suatu dana khusus, misalnya dana untuk kepentingan ekspansi,
kepentingan sosial.
3. Untuk
mengontrol atau mengendalikan perusahaan lain, melalui pemilikan sebagian
ekuitas perusahaan tersebut.
4. Untuk
menjamin tersedianya bahan baku dan mendapatkan pasar untuk produk yang
dihasilkan.
5. Untuk
mengurangi persaingan di antara perusahaan-perusahaan yang sejenis.
6. Untuk
menjaga hubungan antar perusahaan.
b. Jangka
Waktu Investasi
Jangka waktu investasi erat dengan
tujuan investasi. Jika kita ingin mempersiapkan investasi untuk membeli mobil
tahun depan, maka kita bisa berinvestasi pada instrumen investasi jangka
pendek. Sedangkan jika ingin mempersiapkan dana pensiun, maka kita dapat
melakukan investasi pada instrumen investasi jangan panjang.
Jangka waktu investasi juga berkaitan
dengan resiko investasi. Jika ingin berinvestasi pada deposito (jangka pendek),
maka kita akan mendapatkan hasil yang pasti pada saat jatuh tempo dengan resiko
yang relatif kecil dan mendapatkan keuntungan yang juga kecil. Sedangkan jika
ingin investasi di saham (jangka panjang), maka keuntungan atau kerugian bisa
terjadi jika hanya melihat pada jangka waktu yang relatif pendek. Sedangkan
jika kita lakukan dalam jangka waktu yang relatif panjang, maka hal ini dapat
menekan fluktuasi yang muncul pada jangka pendek.
Investasi jangka pendek bisa memilih:
Deposito atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI) karena keduanya dapat memberikan
kepastian hasil dalam jangka waktu yang relatif pendek. Investasi jangka
panjang bisa memilih saham atau obligasi.
c. Resiko
Investasi
Dalam berinvestasi, jika ingin
mendapatkan hasil yang besar maka harus bersiap dengan resiko yang besar pula.
Dan jika hanya ingin resiko yang kecil maka keuntungannya juga akan kecil.
Konsep ini dikenal dengan high risk, high return and low risk, low return.
d. Likuiditas
Likuiditas artinya kemudahan untuk
diubah menjadi tunai atau juga mudah diuangkan. Likuiditas harus disesuaikan
dengan tujuan investasi. Jika investasi untuk pensiun maka tidak perlu yang
terlalu likuid. Sedangkan jika memerlukan untuk tahun depan maka
berinvestasilah dalam jangka pendek yang relatif lebih likuid.
Aktiva finansial adalah aktiva yang
lebih likuid dibandingkan dengan aktiva riil. Contoh: Sertifikat Deposito lebih
mudah diuangkan dibandingkan mobil atau rumah. Karena nilai aktiva finansial
lebih mudah diukur sesuai dengan nilai yang tertera pada portfolio/surat
berharga tersebut. Sedangkan nilai pada aktiva riil akan lebih sulit diukur
karena orang akan menilai/melakukan penawaran terhadap aktiva riil yang dijual
sehingga akan terjadi tawar menawar untuk menentukan nilai atau harga yang
pantas.
e. Pajak
Hasil investasi akan dikenakan pajak
BUKAN pada pokoknya melainkan pada hasil investasinya. Besar pajak pada
investasi di Indonesia sekitar 20%.
Memperhitungkan besar kecilnya pajak
sebelum melakukan investasi adalah hal yang bijaksana. Artinya, seorang
investor sebaiknya memikirkan dulu berapa besar keuntungan yang didapat dari
hasil investasinya dibandingkan dengan pajak yang akan dikenakan pada hasil
investasinya. Hal ini perlu untuk dapat menentukan hasil investasi bersih
setelah pajak.
E. Investasi dalam Perspektif Islam
Investasi merupakan bentuk aktif dari
ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan
maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini
adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang
diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali
keuntungannya saja.
Suatu pernyataan penting yang disampaikan oleh seorang ulama besar al-Ghozali adalah keuntungan merupakan kompensasi
dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri
pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan
kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.
Prinsip-prinsip
Ekonomi Islam dalam Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah
yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak
terkait) adalah:
1. Tidak
mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2. Tidak
mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Keadilan
pendistribusian kemakmuran.
4. Transaksi
dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5. Tidak
ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar
(ketidakjelasan/samar-samar).
Semua transaksi yang terjadi di bursa
efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada
pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat
spekulatif atau judi. Dan
semua transaksi harus transparan, dengan demikian diharamkan adanya insider trading.
Pada transaksi ini bank dilarang untuk
menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau
jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak
ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank
sebagai agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa
fee.
Pada pola investasi terikat dapat
dilakukan dengan cara channelling dan executing, yakni:
- Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun.
- Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah.
Bentuk dan Praktik
Investasi Syariah
Aktivitas perdagangan dan usaha yang
sesuai dengan syariah adalah kegiatan usaha yang tidak berkaitan dengan produk
atau jasa yang haram seperti makanan haram, perjudian atau kemaksiatan. Selain
itu juga menghindari cara perdagangan dan usaha yang dilarang, termasuk yang
tergolong praktik riba, gharar dan maysir.
Bentuk-bentuk Investasi Syariah
1. Deposito
Syariah
Pertama, kedua belah
pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan
menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di
dalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang
mengadakan kontrak.
Kedua, modal
adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib untuk
diinvestasikan atau dikelola
dalam kegiatan usaha mudharabah.
Ketiga, keuntungan
adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah.
Keempat, jenis
usaha atau pekerjaan diharapkan mewakili atau menggambarkan adanya kontribusi
mudaharib dalam usahanya untuk mengembalikan atau membayar modal kepada
penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah
manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri.
Kelima, modal
mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat
ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai
dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana
yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil
usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.
2. Pasar
Modal Syariah
Pengertian pasar modal secara umum
merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan
transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual (emiten) dalam pasar modal
merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka berusaha untuk
menjual efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang
ingin membeli modal diperusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal
juga dikenal dengan nama
bursa efek.
Modal yang diperdagangkan dalam pasar
modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya merupakan modal jangka
panjang. Oleh karena itu bagi emiten sangat menguntungkan mengingat masa
pengembaliannya relatif panjang, baik yang bersifat kepemilikan maupun yang
bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat kepemilikan, jangka waktunya lebih
panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat hutang.
Resiko dalam Investasi Syariah
Dalam investasi Syariah kita mengenal berbagai macam risiko, diantaranya :
1. Resiko
Kehilangan Modal
Investasi adalah menggunakan harta
secara produktif melalui berbagai sarana investasi. Akan tetapi, sebagai akibat
dari ketidakpastian di masa depan, investasi yang dilakukan bisa untung dan
bisa rugi. Jika investasi tersebut menguntungkan, maka nilai harta yang
diinvestasikan akan bertambah, dan sebaliknya apabila mengalami kerugian, maka
nilai harta yang diinvestasikan akan turun. Resiko kehilangan modal adalah
resiko yang mungkin
terjadi pada seluruh kegiatan investasi.
Resiko kehilangan
modal bukan hanya berarti kehilangan nilai nominal saja, seperti Rp. 100 juta
menjadi Rp. 50 juta, tetapi juga kehilangan nilai riil dari investasi yang
disebabkan perubahan nilai uang, misalnya Rp. 100 juta dulu dapat digunakan
untuk membeli beras 25 ton tetapi saat ini hanya dapat digunakan untuk membeli
20 ton beras dengan spesifikasi dan jenis yang sama.
Jadi, investasi dengan cara menabung di
rumah, secara nominal memang tidak mempunyai risiko kehilangan modal tetapi secara
riil sangat beresiko karena menurunnya nilai riilnya.
2. Resiko
ketidakpastian return
Resiko yang kedua adalah karena
ketidakpastian keuntungan yang diperoleh dari sarana-sarana investasi yang ada.
Resiko ini sebenarnya merupakan bagian dari resiko di atas, tetapi lebih
terfokus pada keuntungan yang mungkin didapat dari jenis investasi yang
berbeda. Investasi dalam real estate akan berbeda dengan reksadana, obligasi, saham, dan yang
lainnya. Investasi dalam real estate lebih menjanjikan keuntungan karena
probabilitas kenaikan harga real estate sangat besar karena pertumbuhan
penduduk yang pesat akan meningkatkan permintaan real estate sehingga karena
keterbatasan ketersediaan lahan, harga akan cenderung naik.
Sebaliknya, investasi dalam pasar modal
melalui reksa dana, obligasi, dan saham, sangat tergantung pada kondisi
perekonomian negara dan manajemen perusahaan sehingga berfluktuatif dan tidak
stabil. Investasi dengan sistem riba sebagaimana yang dilakukan oleh perbankan
konvensional mempunyai tingkat risiko ketidakpastian keuntungan yang sangat kecil karena
bunga sudah dipatok oleh bank, tetapi terdapat kezaliman dalam pembagian
keuntungan, sehingga salah satu pihak dirugikan.
3. Sulitnya
menjual produk investasi
Resiko ketiga yang ditakuti orang
ketika berinvestasi adalah apakah produk investasi yang dibelinya itu mudah
untuk dijual atau diuangkan kembali. Beberapa orang mungkin senang berinvestasi ke dalam emas karena emas
dianggap mudah dijual kembali. Contoh dari produk investasi yang tidak selalu
mudah untuk dijual kembali adalah barang-barang koleksi. Barang-barang koleksi
umumnya tidak mudah dijual kembali karena pasar pembeli barang-barang ini
sangat spesifik. Lukisan misalnya, karena pasarnya yang spesifik, yaitu mereka
yang hobi akan lukisan juga, tidak selalu mudah menjual lukisan. Tapi sekali
terjual, bisa saja harganya sangat tinggi dan memberikan keuntungan yang besar
bagi orang yang menjualnya.
Mengurangi Resiko Investasi
Untuk mengurangi risiko, cara termudah adalah berinvestasi
di berbagai sarana investasi. Cara ini disebut dengan membuat portofolio
investasi, dengan tujuan
untuk mengurangi kerugian
investasi yang mungkin timbul dari suatu sarana investasi dengan menutupnya
menggunakan keuntungan yang diperoleh dari sarana investasi yang lain.
Misalnya berinvestasi pada reksa dana
dan pada tabungan. Jika keduanya memberikan keuntungan maka investor tidak akan
menderita kerugian. Tetapi bagaimana jika salah satunya mengalami kerugian,
misalnya nilai reksa dana turun atau bank dilikuidasi? Dengan adanya portofolio
ini maka diharapkan kerugian salah satu investasi dapat dikurangi oleh
keuntungan dari investasi lain.
Dengan demikian untuk mengurangi risiko dalam investasi adalah portofolio:
"jangan meletakkan telur-telur dalam satu keranjang" karena jika
terjatuh, maka telur akan lebih banyak yang pecah dibandingkan jika ditaruh
pada beberapa keranjang jika keranjang yang lain tidak jatuh.
F. Perbandingan Investasi Secara Umum Dengan Investasi Secara Islam
Perbedaan
Investasi Umum dan Investasi secara syariah dapat dilihat dari tabel di bawah
ini:[9]
Sistem Ekonomi
|
Sistem Ekonomi
|
||
Investasi Konvensional
|
Investasi
Syariah
|
Investasi Konvensional
|
Investasi
Syariah
|
Dalam hal pengertian, tujuan, dan
resiko, investasi konvensional merupakan investasi berbentuk portofolio efek
tanpa berdasar syariah Islam. Tujuan investasi ini hanya mencari keuntungan
sebesarnya dan resiko ditanggung sendiri menganut asas bebas resiko
|
Sedangkan Investasi syariah adalah
investasi berbentuk portofolio efek berdasarkan hukum Islam. Tujuan investasi
ini selain mencari keuntungan juga didasarkan atas ibadah kepada Allah, dan
resiko ditanggung bersama.
|
Bursa Efek konvensional adalah bursa
efek yang dalam kegiatan perdagangan di dalamnya tidak berdasarkan hukum
Islam,
short selling
, riba, ghahar, dan
lain-lain banyak dijumpai dalam bursa efek ini.
|
Sedangkan, bursa efek syariah adalah
bursa efek yang harus berlandaskan syariah Islam dalam semua aspek
perdagangan yang ada di dalamnya. Islam mengharamkan sistem
short selling
yaitu menjual barang tetapi
barang itu belum dimilikinya. riba, ghahar.
|
Investasi konvensional berasaskan bunga dalam hal
mencari return, asas yang digunakan adalah perjanjian dalam KUH Perdata pasal
1320, dasar hukum yang digunakan dalam investasi ini pada umunya pasal 70 UU
No 8 tahun 1995 ditambah peraturan-peraturan Bapepam&LK
|
Sedangkan, Investasi syariah adalah asas bagi hasil
dalam hal return, sedangkan asas dalam perjanjian yang membedakan dengan
konvensional adalah asas Ilahiah QS. Al- Hadid (57): 4 dasar hukum investasi
ini adalah pasal 3 Fatwa DSN MUI No 40 Tahun 2003 yang kemudian dijadikan
dasar bagi Bapepam dalam menyusun peraturan.
|
Instrumen yang diperdagangkan meliputi saham,
obligasi, instrumen efek lain yang terdiri dari sertifikat penitipan efek,
efek beragun asset, indeks saham, dan instrumen efek derivative yang meliputi
right, option, warrant.
|
Instrumen efek konvensional ini tidak berdasarkan
syariah Islam Instrumen efek syariah meliputi saham syariah, obligasi syariah
atau sukuk, reksadana syariah, efek beragun asset syariah, dan surat berharga
komersial syariah
|
G. Keterkaitan Kebijakan Fiskal dengan Iklim Investasi
Kebijakan fiskal dan iklim investasi
memiliki hubungan yang saling memengaruhi antara keduanya. Di satu sisi,
seringkali kebijakan fiskal yang berisikan alokasi anggaran serta instrument
lainnya seperti pajak ditujukan untuk meningkatkan investasi di sebuah negara.
Di sisi lain, semakin membesarnya investasi di sektor riil dan infrastruktur
akan semakin meningkatkan ketersediaan lapangan kerja, daya beli, output
domestik dan pada akhirnya meningkatkan kapasitas fiskal berupa peningkatan
pajak negara.
Bagi Indonesia, instrument fiskal
disusun untuk terus memberikan stimuli bagi peningkatan investasi di dalam
negeri. Di sisi negative, sejumlah kebijakan baik berupa tax-holiday, pajak
ditanggung pemerintah (DTP), bea masuk ditanggung pemerintah (BM DTP) dan pembebasan
bea masuk untuk produk-produk tertentu diarahkan untuk mendorong semakin
besarnyaPMDN maupun PMA dalam negeri.
Penetapan kebijakan insentif fiskal
juga melihat sejumlah tawaran investasi yang disediakan sejumlah negara di
kawasan ASEAN. Persaingan memperebutkan investor dunia menjadikan persaingan
pemberian insentif fiskal kepada investor akan semakin menguat.
Selain itu juga, komitmen pemerintah
untuk terus memperbesar alokasi belanja modal bagi pembangunan infrastruktur
juga terus meningkat. Semakin meningkatnya alokasi anggaran negara dalam
pembangunan infrastruktur akan semakin menarik dan mendorong munculnya
investasi di sektor-sektor terkait. Misalnya, setiap pembangunan jalan atau
Bandar udara maka sektor lain seperti semen, besi dan baja, kontraktor dan alat
berat, sektor pembiayaan, asuransi, transportasi, sampai petrokimia juga akan
terdorong.
Keberlanjutan investasi di tanah air
tidak kalah penting. Oleh karenanya kesehatan dan ketahanan fiskal perlu terus
dijaga dan ditingkatkan. Menjaga defisit fiskal tetap di bawah 3% PDB,
meningkatkan efektivitas penyerapan serta memperbesar pendapatan negara dari
sektor perpajakan merupakan beberapa agenda yang perlu terus dilakukan. Selain
itu juga, menjaga iklim investasi di tanah air yang semakin baik dan kondusif
juga menjadi prioritas bagi peningkatan investasi. Terjaganya stabilitas
politik, keamanan dan ketertiban juga menjadi prasyarat utama bagi realisasi
peningkatan investasi di dalam negeri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana
dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebjakan
pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
2.
Pada sistem ekonomi sekuler konsep
kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi
individu di dunia. Tidak ada sesuatu yang diberikan kepada masyarakat untuk
pemenuhan kebutuhan spiritual manusia. Di dalam Islam, konsep kesejahteraan
adalah luas, meliputi kehidupan di dunia dan akhirat dan peningkatan spiritual
lebih ditekankan daripada pemilikan material. Sementara itu, ekonomi sekuler
adalah bebas nilai, dalam sistem ekonomi Islam nilai moral adalah pusatnya.
Perbedaan ini harus selalu dijaga dalam jiwa kita, sebab mereka memberikan
penafsiran yang tepat mengenai berbagai tujuan dan petunjuk prioritas.
3.
Politik ekonomi kebijakan fiskal konvensional menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai asas atau sasaran
yang harus dicapai perekonomian nasional telah diterapkan di
Indonesia. Dalam pembahasan
RAPBN hingga menjadi APBN antara pemerintah dan DPR, termasuk pandangan para
pengamat ekonomi, salah satu isu sentralnya adalah pertumbuhan ekonomi. Sedangkan
dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah
salah satu mekanisme untuk menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Karenanya
kebijakan fiskal tidak akan berfungsi dengan baik bila tidak didukung oleh
mekanisme-mekanisme lainnya yang diatur melalui syariat Islam, seperti
mekanisme kepemilikan, mekanisme pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan, dan
mekanisme kebijakan ekonomi negara.
4.
Iklim investasi adalah suatu kumpulan
faktor-faktor lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan dorongan bagi
perusahaan untuk melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan,
dan mengembangkan diri.
5.
Investasi merupakan bentuk aktif dari
ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan
maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini
adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang
diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja.
6.
Dalam hal pengertian, tujuan dan
resiko, investasi konvensional merupakan investasi berbentuk portofolio efek
tanpa berdasar syariah Islam. Sedangkan investasi syariah adalah investasi
berbentuk portofolio efek berdasarkan hukum Islam.
7.
Kebijakan fiskal dan iklim investasi
memiliki hubungan yang saling memengaruhi antara keduanya. Di satu sisi,
seringkali kebijakan fiskal yang berisikan alokasi anggaran serta instrument
lainnya seperti pajak ditujukan untuk meningkatkan investasi di sebuah negara.
Di sisi lain, semakin membesarnya investasi di sektor riil dan infrastruktur
akan semakin meningkatkan ketersediaan lapangan kerja, daya beli, output
domestik dan pada akhirnya meningkatkan kapasitas fiskal berupa peningkatan
pajak negara.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi
Islami, Jakarta: Salemba Empat,
2002.
The World Bank, LAPORAN PEMBANGUNAN DUNIA 2005: Iklim
Investasi yang Lebih Baik bagi Setiap Orang, Jakarta: Salemba Empat, 2005.
http://eki-blogger.blogspot.com/2012/09/investasi.html
diakses hari Selasa, 19 Mei 2015
http://halimramdhani.blogspot.com/2013/12/kebijakan-fiskal.html
diakses hari Selasa, 19 Maret 2015
http://www.scribd.com/doc/246850346/Perbedaan-Investasi-Konvensional-Dengan-Investasi-Syariah#scribd diakses hari Kamis, 21 Mei 2015
[1]
http://halimramdhani.blogspot.com/2013/12/kebijakan-fiskal.html
diakses hari Selasa, 19 Maret 2015
[2]
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islami, (Jakarta:
Salemba Empat, 2002), hlm. 197.
[4]
Ibid,. hlm. 197-202.
[5]
http://halimramdhani.blogspot.com/2013/12/kebijakan-fiskal.html
diakses hari Selasa, 19 Maret 2015
[6]
The World Bank, LAPORAN PEMBANGUNAN DUNIA 2005: Iklim Investasi yang Lebih
Baik bagi Setiap Orang, (Jakarta: Salemba Empat, 2005), hlm.32-39.
[9]
http://www.scribd.com/doc/246850346/Perbedaan-Investasi-Konvensional-Dengan-Investasi-Syariah#scribd
diakses hari Kamis, 21 Mei 2015