Selasa, 03 Mei 2016

Inflasi dan Deflasi



INFLASI DAN DEFLASI
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Moneter Islam
Dosen pengampu : Satria Utama, S.E.I.



   


Disusun oleh :


Arini Leviani S.W                   (20130730259)


Fakultas Agama Islam
Program Studi Ekonomi Perbankan Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2016


KATA PENGANTAR


Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita masih bisa beraktivitas dan menyelesaikan tugas makalah ini.
Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas tentang inflasi dan deflasi yang meliputi: pengertian inflasi, gambaran umum proses inflasi, macam-macam inflasi, teori-teori tentang inflasi, dampak inflasi terhadap perekonomian, cara-cara mengatasi inflasi, perkembangan inflasi di Indonesia serta gambaran umum tentang deflasi.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Islam dengan semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang kami miliki dan bantuan dari beberapa sumber. Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Satria Utama, S.E.I, selaku dosen mata kuliah Ekonomi Moneter Islam yang sudah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat berlatih untuk membuat makalah. Di samping dapat menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, tetapi kami juga dapat berlatih menjadi insan peneliti di masa depan.
Semoga penelitian yang kami lakukan ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan diperkenankan bagi pembaca untuk memberikan kritik dan saran. Karena kritik dan saran yang membangun, akan menjadikan kesempurnaan makalah ini.



Yogyakarta, 3 Mei 2016
Penulis,


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Dalam upaya penetapan sasaran dalam proses pembangunan ekonomi maka koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah dilakukan dalam rangka menghadapi berbagai tantangan dan persoalan. Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia adalah membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia.
Bank Indonesia mempunyai kewenangan dalam Kebijakan moneter. Kewenangan Bank Indonesia tersebut antara lain dalam menetapkan sasaran sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi dan deflasi melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. (UU RI No.3 Tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).
Sebagaimana kita ketahui peredaran uang dapat memperlancar proses produksi dan proses distribusi, namun ada kalanya terjadi gangguan pada proses produksi dan distribusi tersebut. Pada dasarnya terdapat 2 (dua) jenis gangguan tau gejala yang mengakibatkab tersendat-sendatnya proses produksi dan distribusi tersebut, yang pada akhirnya menganggu stabilitas pertumbuhan ekonomi yaitu inflasi dan deflasi.
Teori moneter harus dapat menganalisis kedua jenis gangguan tersebut agar dapat merumuskan cara-cara serta langkah pencegahan dan mengatasinya atau sekurang-kurangnya mengurangi dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi biasanya banyak diasosiasikan orang dengan ekspansi atau perluasan moneter, sedangkan deflasi dengan kontraksi atau penciutan moneter walaupun akibat yang timbul dari kedua gangguan moneter tersebut tidaklah persis kebalikannya.
Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter . Lebih dari itu, ada kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang senantiasa akan terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter dalam menjaga tingkat inflasi. Setiap tahunnya otoritas moneter senantiasa menargetkan bahwa angka atau tingkat inflasi harus diturunkan menjadi satu digit atau inflasi moderat.
Pada saat terjadi inflasi, daya beli uang menurun. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi. Deflasi berarti penurunan harga barang dan jasa secara umum. Hal ini dapat menyebabkan kelesuan dalam dunia ekonomi. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah indeks yang memberikan informasi mengenai perkembangan rata-rata perubahan harga  sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya  dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan IHK  dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat  penurunan (deflasi) harga barang atau jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari. 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang  tersebut diatas, maka kami membatasi makalah ini pada pokok permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa definisi inflasi?
2.      Bagaimana gambaran umum suatu proses inflasi?
3.      Apa saja macam-macam atau jenis-jenis inflasi?
4.      Apa saja teori-teori tentang inflasi?
5.      Bagaimana dampak atau akibat inflasi terhadap perekonomian?
6.      Bagaimana cara-cara mengatasi inflasi?
7.      Bagaimana perkembangan inflasi di Indonesia?
8.      Bagaimana gambaran umum tentang deflasi?

C.    Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui dan memahami definisi inflasi.
2.      Mengetahui dan memahami gambaran umum suatu proses inflasi.
3.      Mengetahui dan memahami macam-macam atau jenis-jenis inflasi.
4.      Mengetahui dan memahami teori-teori tentang inflasi.
5.      Mengetahui dan memahami dampak atau akibat inflasi terhadap perekonomian.
6.      Mengetahui dan memahami cara-cara mengatasi inflasi.
7.      Mengetahui dan memahami perkembangan inflasi di Indonesia.
8.      Mengetahui dan memahami gambaran umum tentang deflasi.
 


BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Inflasi

Banyak Negara di  dunia ini yang semula perkembangan ekonominya semula sangat baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tiba-tiba mengalami kemunduran yang disebabkan oleh tingginya inflasi yang menyebabkan daya beli masyarakat turun sehingga sektor produksi juga turun. Inflasi yang tinggi bisa disebabkan oleh faktor internal Negara itu seperti tingginya permintaan barang dan atau jasa atau semakin langkanya persediaan barang terutama kebutuhan pokok, juga disebabkan oleh faktor eksternal dari luar negeri seperti krisis di Negara lain atau karena terjadinya nilai tukar mata uang domestik terhadap dolar yang semakin tinggi. Tingkat inflasi sebagai salah satu sumber kebangkrutan ekonomi suatu Negara maka inflasi dikatakan sebagai penyakit ekonomi yang harus dijaga kestabilannya.[1]
Berikut merupakan pengertian inflasi dari beberapa tokoh ekonomi:
a)      Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus menerus (Boediono, 1985: 161)
b)      Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus menerus selama periode tertentu (Nopirin, 1990: 25)
c)      Suatu keadaan dimana terjadi senantiasa turunnya nilai uang. (Mannulang, 1993: 83)
d)     Inflasi terjadi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar, harga mobil naik, tingkat upah, harga tanah, dan semua barang-barang modal naik. (Samuelson dan Nordhaus, 1993: 293)
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian inflasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus-menerus disebabkan oleh turunnya nilai uang pada suatu periode tertentu. Ini tidak bearti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik secara persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Namun yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.
Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:
a)      Indeks biaya (consumer price index)
b)      Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
c)      GNP (gross national product) deflator
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila terjadi kenaikan harga barang terjadi dalam waktu yang sangat singkat, misalnya kenaikan secara musiman menjelang hari raya lebaran, tahun baru dan lain sebagainya belum dapat dikatakan inflasi karena setelah peristiwa hari raya tersebut harga barang-barang turun kembali menjadi normal. Jadi kenaikan harga-harga tersebut tidak berlangsung secara terus menerus dan segera berakhir sehingga tidak memerlukan kebijakan moneter atau kebijakan ekonomi secara khusus untuk menanggulanginya.
Apabila harga-harga beberapa jenis barang biasanya barang-barang kebutuhan pokok diatur dan ditentukan oleh pemerintah sebagai harga resmi kemudian dalam kenyataannya karena sesuatu hal, harga barang-barang tersebut naik sehingga tidak sesuai lagi dengan harga resmi maka untuk mendapatkan barang-barang tersebut harus dikeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak sebagai akibat dari kenaikan harga barang-barang tersebut maka harga barang-barang lainnya akan terpengaruh dan menjadi naik pula. Dengan demikian pada saat itu telah terjadi inflasi yang biasanya disebut inflasi terselubung (suppressed inflation). Disebut terselubung karena biasanya pemerintah dalam hal ini Biro Pusat Statistik akan mencatat harga barang-barang tersebut tetap atau konstan atau tidak naik, yaitu sesuai dengan harga resmi sedangkan kenyataan menunjukkan bahwa harga barang-barang tersebut telah naik dan hal seperti itu juga cukup mengganggu pertumbuhan ekonomi.

B.     Gambaran Umum Suatu Proses Inflasi

Inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus menerus.[2]

Perkembangan Inflasi di Indonesia
Bulan
2011
2012
2013
2014
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
Januari
126,29
0,89
130,9
0,76
136,88
1,03
110,992
1,07
Februari
126,46
0,13
130,96
0,05
137,91
0,75
111,28
0,26
Maret
126,05
-0,32
131,05
0,07
138,78
0,63
111,37
0,08
April
125,66
-0,31
131,32
0,21
138,64
-0,1
111,35
-0,02
Mei
125,81
0,12
131,41
0,07
138,6
-0,03
111,53
0,16
Juni
126,5
0,55
132,23
0,62
140,03
1,03
112,01
0,43
Juli
127,35
0,67
133,16
0,7
144,63
3,29
113,05
0,93
Agustus
128,54
0,93
134,43
0,95
146,25
1,12
113,58
0,47
September
128,89
0,27
134,45
0,01
145,74
-0,35
113,89
0,27
Oktober
128,74
-0,12
134,67
0,16
145,87
0,09
114,42
0,47
November
129,18
0,34
134,76
0,07
146,04
0,12
116,14
1,5
Desember
129,91
0,57
135,49
0,54
146,84
0,55
119
2,46
Tingkat
inflasi

3,79

4,3

8,38

3,36

Sumber : BPS
Dari tabel di atas terlihat bahwa rata-rata inflasi tumbuh dibawah laju pertumbuhan ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan riil perkapita Negara kita mengalami perbaikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun yang perlu di waspadai pemerintah adalah peningkatan harga yang diakibatkan oleh perubahan kurs rupiah yang berimbas kepada barang-barang non-makanan (perlu diketahui bahwa bobot untuk menghitung inflasi untuk non-makanan relatif kecil, sehingga kenaikannya tidak signifikan terhadap inflasi), pemerintah perlu menjaga keseimbangan neraca berjalan sehingga ekonomi kita bisa stabil.

C.    Macam-macam atau Jenis-jenis Inflasi

1.      Jenis Inflasi menurut sifatnya
Laju inflasi dapat berbeda antara satu negara dengan negara lain atau dalam satu negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi, dapatlah inflasi di bagi ke dalam tiga kategori, yaitu: inflasi yang ringan (creeping inflation) yaitu kurang dari 10% per tahun, inflasi sedang (galloping inflation) antara 10 – 30 % per tahun, inflasi berat antara 30 - 100% per tahun dan Hiper Inflasi (hyper inflation) yaitu di atas 100% per tahun.[3]
Biasanya inflasi ringan di tandai dengan laju inflasi yang rendah. Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.
Inflasi sedang di tandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang kala berjalan dalam kurungn waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga-harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari harga-harga minggu atau bulan lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih berat daripada inflasi ringan.
Inflasi berat merupakan inflai yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin di tukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja (misalnya di timbulkan oleh adanya perang) yang di tutup dengan mencetak uang.[4]
2.      Jenis Inflasi berdasarkan sebabnya
Berdasarkan sebabnya, inflasi dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a)      Demand Pull Inflation
Inflasi ini terjadi sebagai akibat pengaruh permintaan yang tidak diimbangi oleh peningkatan jumlah penawaran produksi. Akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan, jika permintaan banyak sementara penawaran tetap, harga akan naik. Jika hal ini berlangsung secara terus-menerus, akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.



b)      Cost Push Inflation
Inflasi ini disebabkan karena kenaikan biaya produksi yang disebabkan oleh kenaikan biaya input atau biaya faktor produksi. Akibat naiknya biaya faktor produksi, dua hal yang dapat dilakukan oleh produsen, yaitu langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama atau harga produknya naik karena penurunan jumlah produksi.[5]




Keterangan gambar :
P    = harga
D   = permintaan
S    = penawaran
Q   = jumlah barang (output)
Gambar demand pull inflation menunjukkan permintaan masyarakat akan barang-barang secara keseluruhan (aggregate demand) bertambah. Hal tersebut disebabkan karena uang baru atau karena kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor atau karena bertambahnya pengeluaran untuk investasi pihak swasta karena kredit murah, maka kurva aggregate demand bergeser dari D1 ke D2 akibatnya harga naik dari P1 ke P2.
Gambar Cost Push Inflation menunjukkan bahwa apabila ongkos produksi naik yang disebabkan oleh karena kenaikan harga faktor-faktor produksi baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang diimpor dari luar negeri, maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2, sehingga harga naik dari P1 ke P2.
Dampak atau akibat dari kedua macam inflasi tersebut dari segi kenaikan harga out put, tidaklah berbeda tetapi dari segi volume output (gross domestic product/ GDP) riil terdapat perbedaan. Dalam hal demand pull inflation biasanya ada kecenderungan output rill meningkat bersama-sama dengan kenaikan harga umumnya. Sebaliknya dalam cost oush inflation biasanya kenaikan harga barang-barang bersamaan dengan penurunan volume/omzet penjualan barang-barang. Dengan perkataan lain terjadi kelesuan dunia usaha.
Perbedaan lainnya dari kedua proses inflasi tersebut adalah demand pull inflation kenaikan harga barang-barang akhir (final product/ output) mendahului kenaikan harga barang-barang input yaitu faktor-faktor produksi. Sebaliknya pada cost push inflation kenaikan harga barang-barang input mendahului harga barang-barang akhir.
Namun demikian, dalam kenyataannya jarang sekali dijumpai terjadinya kedua jenis inflasi tersebut masing-masing secara murni, yang sering terjadi pada umumnya adalah campuran atau kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, sehingga seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.[6]

D.    Teori-teori Inflasi

Pada dasarnya ada 3 (tiga) macam teori tentang inflasi, yaitu:[7]
a)      Jumlah uang yang Beredar
Harapan/dugaan (expectation) dari masyarakat mengenai kemungkinan naiknya harga-harga, sehingga peranan psikologis dalam hal ini lebih dominan dibanding pertimbangan ekonomis.
Menurut teori ini pertambahan volume uang yang beredar sangat dominan terhadap kemungkinan timbulnya inflasi. Tanpa adanya pertambahan jumlah uang yan beredar, baikuang kartal maupun uang giral, walaupun seandainya terjadi kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga sementara saja. Jadi teori ini berpendapat bahwa pertambahan jumlah uang yang beredarlah yang menajdi penyebab utama inflasi. Dengan demikian menurut teori ini apabila jumlah uang tidak ditambah, kenaikan harga akan berhenti dengan sendirinya.
b)      Harapan  Dugaan (expectation)
Dipihak lain masalah yang tidak kalah pentingnya ialah masalah psikologis yang menyangkut dugaan, perkiraan atau harapan (expectation) dari masyarakat mengenai kemungkinan kenaikan harga dimasa yang akan datang. Walaupun andaikata jumlah uang yang beredar bertambah tetapi masyarakat belum mengharap atau lebih tepatnya belum menduga bahwa harga-harga akan naik, maka pertambahan uang tersebut hanya akan menambah simpanan atau uang kas / tunai mereka masing-masing jadi tidak atau belum dibelanjakan.
Dengan demikian harga barang-barang tidak naik. Tetapi kalau masyarakat menduga besok lusa atau dalam waktu dekat di masa yang akan datang, harga barang-barang akan segera naik, maka orang cenderung untuk membelanjakan uangnya karena khawatir apabila uang tersebut disimpan terus, nilainya akan merosot. Dengan demikian maka terjadilah kenaikan harga barang-barang sebagai awal satu proses inflasi.
2.      Teori Inflasi dari Keynes
            Menurut Keynes, inflasi pada dasarnya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat (demand) terhadap barang-barang dagangan (T) dengan penawaran (supply) atau persediaan (stock), dimanapermintaan lebih banyak dibandingkan barang-barang yang tersedia, sehingga terdapat gap atau jurang yang disebut inflationary gap.
3.      Teori Struktural
Teori ini berlandaskan kepada struktur perekonomian dari suatu negara dan biasanya menyangkut negara-negara berkembang. Menurut teori ini, inflasi disebabkan karena:
a)      Ketidakelastisan atau kekakuan penerimaan hasil ekspor dimana hasil ekspor memang meningkat, tetapi sangat lambat. Dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Peningkatan hasil ekspor yang lambat tersebut antara lain disebabkan karena harga barang yang diekspor, biasanya berupa barang-barang mentah, kurang  tidak menguntungkan dibandingkan dengan barang-barang yang diimpor yang harus dibayar, yang biasanya barang-barang hasil industri. Dengan perkataan lain term of trade atau daya tukar barang-barang negara-negara tersebut semakin memburuk.
Dapat pula terjadi ketidakelastisan hasil ekspor tersebut antara lain disebabkan karena supply atau produksi barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikkan harga, sehingga pada saat harga barang-barang tersebut naik, produksi sulit untuk ditingkatkan atau bahkan berkurang antara lain karena kegagalan panen atau sebab-sebab lainnya.
Kelambanan pertumbuhan penerimaan hasil ekspor tersebut berdampak pada kurang mampunya mengimpor barang-barang yang dibutuhkan , sehingga negara tersebut mengambil kebijakan untuk memproduksi barang-barang tertentu di dalam negeri, sebagai pengganti/subtitusi dari barang-barang yang biasanya diimpor meskipun seringkali biaya produksi di dalam negeri tersebut jauh lebih tinggi. Bahkan seringkali dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang diimpor. Biaya produksi yang tinggi tersebut mengakibatkan harga naik apabla proses substitusi barang-barang yang diimpor tersebut meluas dalam arti melibatkan banyak prosuk, maka semakin banyak barang-barang yang harganya naik, maka terjadilah inflasi.
b)      Ketidak Elastisan / Kekakuan Supply Produksi Makanan Pokok
Ketidakelastisan produksi bahan makanan pokok di dalam negeri,seringkali terjadi dinegara-negara berkembang sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan produksi bahan makanan dengan jumlah dengan jumlah penduduk dimanan pertumbuhan supply bahan makanan tersebut tertinggal jauh dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Dengan demikian maka harga bahan makanan pokok akan melonjak. Akibatnya timbul tuntutan kenaikkan upah dan gaji akan menyebabkan biaya produksi naik. Biaya produksi yang naik akan menyebabkan harga jual naik, maka terjadilah inflasi.
Namun dalam kenyataannya proses inflasi yang disebabkan karena ketidakelastisan penerimaan hasil ekspor dan karena ketidakelastisan prosuksi bahan makanan pokok, jarang terjadi sendiri-sendiri, melainkan bersama-sama bahkan seringkali memperkuat satu sama lainnya. Misalnya tertinggalnya produksi bahan makanan dibandingkan dengan pertumbuhan kebutuhan masyarakat, menyebabkan impor meningkat. Impor yang meningkat akan menyebabkan tekanan pada neraca pembayaran yang selanjutnya mendorong proses produksi substitusi impor yang berlebihan yang akhirnya menyebabkan naiknyaharga barang-barang.

E.     Dampak atau Akibat Inflasi terhadap Perekonomian

Dampak atau akibat dari inflasi, yang akan terjadi terhadap perekonomian adalah :
a)      Inflasi mempengaruhi dalam arti mengurangi minat masyarakat untuk menabung (propensity to save/PTS) karena mereka khawatir kalau-kalau nilai uang tabungannya semakin lama semakin menurun, sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk menabung bahkan cepat-cepat membelanjakan uang/pendapatnnya.
b)      Sebagai akibat dari hal tersebut, maka inflasi berarti mempercepat laju edar uang (velocity of circulation), yang dengan perkataan lain berarti mengurangi hasrat/keinginan untuk menyimpan uang tunai (liquidity preference menurun).
c)      Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap uang baik sebagai medium of change, sebagai store of value maupun sebagai standart of value.
d)     Berkurangnya kesediaan orang/badan untuk memberikan kredit.
e)      Seandainya bank berusaha mendorong produksi dengan jalan memberikan kredit investasi dan atau modal kerja, biasanya hanya akan menambah jumlah uang yang beredar yang berarti hanya akan mengkatrol inflasi ke arah tingkat yang lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan karena dana kredit yang diberikan bank bukan berasal dari tabungan/simpanan masyarakat, melainkan berasal dari penciptaan uang baru yang berasal dari bank sentral.
f)       Karena inflasi menyebabkan kecepatan laju edar uang meningkat, maka pajak cenderung naik. Kenaikan pajak menyebabkan gairah usaha/bisnis menjadi berkurang.
g)      Inflasi cenderung menguntungkan orang-orang/badan-badan yang meminjam uang (debitur). Sebaliknya inflasi cenderung merugikan orang-orang/badan-badan yang meminjam uang (kreditur).
Secara kualitatif akibat dari inflasi yang parah akan menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap uang semakin berkurang, sehingga mereka berusaha untuk menghindari penggunaan uang dalam transaksi jual-beli dan lebih tertarik pada perdagangan spekulasi daripada investasi.
Dari aspek sosial, inflasi yang parah cenderung menimbulkan kemiskinan yang meluas dan menambah jurang yang semakin dalam antara segelintir orang-orang yang semakin kaya dengan sebagian orang yang semakin miskin.
Inflasi tidak hanya merugikan masyarakat biasa tetapi juga pemerintah, defisit anggaran belanja akan semakin besar karena penerimaan anggaran pendapatan didasarkan atas harga-harga sebelumnya, sedangkan penerimaan pajak tidak dapat menutupi pengeluaran yang terus-menerus meningkat akibat naiknya harga. Defisit disebut terpaksa ditutup dengan mencetak uang baru atau melalui kredit bank sehingga lagi-lagi menambha volume uang yang beredar yang kembali menyebabkan naiknya harga-harga. Interaksi ini lagi-lagi dikenal sebagai spiral inflation.[8]

F.     Cara-cara Mengatasi Inflasi

Cara-cara mengatasi inflasi pada dasarnya harus diarahkan pada faktor-faktor  yang menyebabkan perubahan harga dalam hal ini harga menjadi naik atau dengan perkataan lain nilai uang menjadi turun.
Sebagaimana diketahui bahwa factor-faktor  yang menjadi akar penyebab perubahan nilai uang adalah M, V, dan T. Oleh karena itu, tiada lain daripada usaha mengurangi M dan/atau V, yang keduanya tergolong pada faktor moneter dan atau meningkatkan T.
Dalam hal ini ada 4 (empat) kebijakan (policy) yang dapat ditempuh untuk mengatasi inflasi tersebut, yaitu:[9]
a)      Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan moneter pada dasarnya dilaksanakan oleh Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar yang  menjadi wewenangnya, melalui 3 (tiga) cara, yaitu:
1.      Menaikkan cash reserve ratio/CRR atau cash ratio atau presentase likuiditas atau giro wajib minimum/GWM. Dengan kenaikan CRR, kemampuan bank-bank umum untuk memberikan kredit menjadi berkurang, jadi terdapat kontraksi moneter sehingga jumlah uang yang beredar (faktor M) menjadi berkurang, tidak lebih sehingga harga menjadi turun.
2.      Menjual surat-surat berharga, dalam rangka operasi pasar terbuka (open market operation/OMO), misalnya melalui sertifikat Bank Indonesia/ SBI Surat Berharga Pasar Uang/SPBU dan lain sebagainya dengan tingkat bunga atau imbalan yang menarik, maka uang beredar yang ber lebih di masyarakat sebagian akan tersedot ke kas bank sentral sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat (M) menjadi berkurang.
3.      Menaikan tingkat bunga kredit. Apabila bank sentral meningkatkan tingkat bunga kredit dasar (base lending rate), maka dengan meningkatkan bunganya tersebut, dalam rangka politik disconto (discount policy), berarti bak-bank umum dalam menentukan tingkat bunga kreditnya tidak bisa tidak harus mengikuti/ mengacu pada ketentuan bank sentral tersebut. Dengan meningkatnya bunga kredit maka akan mengurangi minat sebagian anggota masyarakat untuk mengambil kredit, sehingga jumlah uang yang beredar (M) menjadi berkurang (tidak terlalu banyak).

b)      Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Terdapat 3 cara mengatasi inflasi melalui kebijakan fiskal, yaitu:
1.      Pengurangan pengeluaran pemerintah
Walaupun pengurangan pengeluaran pemerintah (government expenditure) bukanlah merupakan sesuatu hal  yang mudah, terlebih-lebih apabila diklaitkan dengan tuntutan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin lama semakin besar dan berkelanjutan, namun apabila hal itu dapat dilaksanakan maka sangat efektif untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kebijakan ini sering disebut tight money policy/TMP atau kebijakan uang ketat.
2.      Menaikkan pajak
Dengan menaikkan pajak maka berarti penghasilan seseorang (disposable income) akan menjadi berkurang, sehingga barang-barang harganya tidak akan naik. Dipihak lain uang ya ng berasal dari pajak akan masuk kas pemerintah, hal ini berarti mengurangi jumlah uang yang berlebih di masyarakat. Menaikkan pajak dapat dilakukan dengan cara meningkatkan tarif pajak atau menambah jenis dan objek pajak atau kombinasi kedua-duanya.
3.      Pemerintah melakukan pinjaman kepada masyarakat.
Pemerintah melakukan pinjaman kepada masyarakat dengan berbagai cara, misalnya melalui penjualan obligasi Negara, surat utang Negara, surat perbendaharaan Negara dan lain sebagainya dengan  bunga atau imbalan/bagi hasil yang menarik. Atau melalu pemotongan gaji/upah atau misalnya melalui pengguntingan uang kertas yang beredar sehingga hanya bernilai setengahnya atau tiga perempatnya dari nilai semula.
c)      Kebajikan Non Moneter
Kebijakan non moneter adalah kebijakan untuk mengatasi inflasi diluar kedua cara yang telah disebutkan diatas.
Caranya ada 3 (tiga) macam, yaitu:
1.      Meningkatkan hasil produksi  (production approach)
Cara mengatasi inflasi melalui peningkatan hasil produksi adalah cara yang paling efektif, namun dalam pelaksanaanya sering kali mengalami kesulitan, karena kelangkaan sumber-sumber atau faktor-faktor produksi yang diperlu kan. Sebagaimana  dimaklumi meningkatkan produksi berarti menignkatkan unsur T dalam rumus Fisher, hal tersebut hanya dapat di laksanakan melalui peningkatan kapasitas produksi atau menambah jam kerja bagi para buruh/pegawai. Sedangkan apabila di harapkan peningkatan produksi yang lebih pesat dan dengan kualitas yang lebih baik, maka harus melalui penerapan teknologi yang lebih baik dan modern. Cara ini lazim disebut pendekatan produksi atau production approach.
2.      Kebijakan upah/gaji
Yang dimaksud dengan kebijakan mengenai upah dan gaji dalam rangka mengatasi inflasi ialah tidak menaikan upah dan gaji sama sekali selama produktivitas buruh dan pegawai tersebut tidak meningkat. Dengan demikian disposable income/ penghasilan yang siap untuk di belanjakan yang di miliki oleh mereka tidak bertambah, dan hal tersebut akan menghambat kenaikan harga barang-barang.
3.      Pengawasan Harga Barang dan Distribusinya
Kecenderungan naiknya harga barang-barang bisa di atasi di samping oleh cara-cara yang telah dikemukakan di atas, dapat juga di atasi dengan cara penetapan harga dan penawasan harga di atas dengan cara penetapan harga dan pengawasan harga serta cara-cara distribusinya oleh pemerintah, disertai tindakan pengenaan sansi kepada para pelanggar-pelangaranya.
Namun diakui bahwa dalam pelaksananya cara ini sulit berjalan sebagaimana yang diharapkan, bahkan sering menimbulkan dampak negatif yaitu sering kali terjadi dualisme harga yaitu adanya harga resmi, berupa harga yang di tetapkan oleh pemerintah dan harga yang tidak resmi  (sering dikenal sebagai harga “gelap”) yang biasanya lebih tinggi dari harga resmi. Oleh karena itu barang-barang sering menghilangkan di pasaran resmi dan muncul dipasaran gelap (black market).
d)     Kombinasi dari berbagai cara
Maksud mengatasi inflasi dengan kombinasi berbagai cara adalah cara menjelaskan kebijakan anti inflasi bersama-sama secara simultan melalui kebijakan moneter, kebijakan fiskal bahkan mungkin dengan kebijakan pengawasan harga sekaligus.

G.    Perkembangan Inflasi di Indonesia

Perkembangan inflasi di Negara kita beberapa tagun terakhir khususnya dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2009, sebagai berikut:[10]

Tabel Perkembangan Inflasi Indonesia

Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tingkat Inflasi
5,16%
6,40%
17,11%
6,60%
6,59%
11,06%
2,79%


Tabel Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia Periode 2005 – 2013

Tahun

Inflasi (Persen)

2005
17.11

2006
6.6

2007

6.59

2008

11.06

2009

2.78

2010
6.96

2011

3.79
2012

4.3

2013

8.38

Sumber:  Badan Pusat Statistik, 2013
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat perkembangan inflasi selama periode 2005 sampai  2013 yang mengalami fluktuasi yang beragam inflasi tertinggi terjadi pada periode 2005 sebesar 17.11% kemudian bergerak turun pada periode 2006 sebesar 6.6% setelah itu naik kembali pada  tahun 2008 yaitu sebesar 11.06% dikarenakan pada saat itu terjada krisis global yang melanda dunia sehingga berdampak buruk bagi perekonomian di Indonesia.
Dalam perkembangnya setiap tahun Inflasi terendah diperoleh pada periode 2009 yaitu sebesar 2.78% namun kemudian mengalami kenaikan pada periode 2010 yaitu sebesar 6.69% dan kemudian mengalami penurunan pada periode 2011 sebesar 3.79% hingga kemudian mengalami kenaikan pada periode 2013 sebesar 8.38% yang menyebabkan persentase pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berarti kemudian berdampak pada naiknya angka kemiskinan di Indonesia.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan inflasi di Indonesia yaitu suku bunga acuan bank indonesia atau dengan kata lain BI Rate yang menjadi signal bagi perbankan untuk menetapkan tingkat suku bunganya seperti tabungan, deposito dan kredit. Menurut Yodiatmaja (2012:3) perubahan BI  Rate akan mempengaruhi beberapa variabel makroekonomi yang kemudian  diteruskan kepada inflasi. Perubahan berupa peningkatan level BI Rate bertujuan untuk mengurangi laju aktifitas ekonomi yang mampu memicu inflasi. Pada saat level BI Rate naik maka suku bunga kredit dan deposito pun akan mengalami kenaikan. Ketika suku bunga deposito naik, masyarakat akan cenderung menyimpan uangnya di bank dan jumlah uang yang beredar berkurang. Pada suku bunga kredit, kenaikan suku bunga akan merangsang para pelaku usaha untuk mengurangi investasinya karena biaya modal semakin tinggi. Hal demikianlah yang meredam aktivitas ekonomi dan pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.[11]

H.    Deflasi

Dalam ekonomi ada istilah deflasi atau sering disebut disinflasi (disinflation) adalah kecenderungan terjadinya penurunan harga secara menyeluruh atau suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi, bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Amerika Serikat pernah mengalami deflasi panjang tahun 1920-an dan 1930-an saat perekonomian terjerumus dalam depresi besar (great depression). Dari tahun 1929 hingga 1933 tingkat harga di Amerika Serikat jatuh 25 persen, inilah deflasi terbesar dalam sejarah perekonomian Amerika Serikat.
Menurut definisi Internasional Monetery Found (IMF), deflasi adalah suatu fenomena ekonomi yang terjadi akibat berlangsungnya resesi panjang akibat penurunan harga penjualan pasar kurang lebih 2 tahun. Deflasi dapat dikatakan suatu gejala ekonomi yang berbahaya, seperti halnya inflasi, karena terus meningkatkan situasi labil terhadap faktor subjek ekonomi secara psikologi. Dan bagaikan resesi panjang deflasi dapat pula menjatuhkan nilai aset sekaligus menghantam berbagai sektor perekonomian.
Penyebab terjadinya deflasi:
1.      Menurunnya persediaan uang di masyarakat
2.      Meningkatnya persediaan barang
3.      Menurunnya permintaan akan barang
4.      Naiknya permintaan akan uang
Dampak terjadinya deflasi:
1.      Penurunan persediaan uang di masyarakat karena deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang dimasyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika) dan juga akan membuat pasar Investasi akan mengalami kekacauan.
2.      Memperlambat aktifitas ekonomi, dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumsi memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktifitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
3.      Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemilik bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya. Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.
4.      Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
5.      Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu Negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank.
Selain itu juga ada dampak positif dan negatif dari deflasi adalah sebagai berikut:
1.      Positif, deflasi akan membuat orang menyimpan uang sehingga uang benar-benar dihargai dan jaminan keamanan sosial politik. orang akan banyak berinvestasi langsung dan ketersediaan barang terjamin. Akibatnya nilai mata uang akan meningkat.
2.      Negatif, deflasi akan membuat jatuh nilai properti. Orang lebih suka mendepositokan uangnya di bank atau pasar modal daripada beli properti yang tidak naik. Karena harga terus turun maka produsen cenderung kurang berminat memproduksi barang. Kesempatan kerja berkurang karena banyak terjadi PHK. Pajak tidak dapat ditarik oleh pemerintah sehingga pendapatan Negara berkurang. Kegiatan perekonomian secara keseluruhan mengalami kemunduran.
Cara mengatasi deflasi
1.      Menurunkan tingkat suku bunga.
2.      memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis
3.      pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian
4.      Dari sisi bank sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang dimasyarakat  dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkan dengan uang tunai.
Diatas adalah sebagian cara yang dapat dilakukan pemerintah jika kondisi perekonomian sudah menandakan terjadinya deflasi. Seperti menurunkan tingkat suku bunga itu tidak akan langsung mengatasi, tetapi hanya akan mengobati sedikit dari gejala deflasi yang mana pemerintah harus mengatasinya secara perlahan dan di dukung juga dengan kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan non-moneter guna untuk mengatasi inflasi dan deflasi itu sendiri. 


BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang telah dijabarkan diatas, dapat ditarik kesimpulan:
1.      Inflasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus-menerus disebabkan oleh turunnya nilai uang pada suatu periode tertentu. Ini tidak bearti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik secara persentase yang sama.
2.      Inflasi merupakan proses meningkatnya harga-harga secara umum dan continue berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
3.      Jenis inflasi dapat dibai menjadi dua yaitu inflasi berdasarkan sifatnya (inflasi ringan, sedang, berat dan hiperinflasi) serta inflasi berdasarkan sebabnya (demand pull inflation dan cost push inflation).
4.      Teori inflasi dibagi menjadi tiga yaitu teori kuantitas (teori yang menganalisis peranan), teori inflasi dari Keynes dan teori structural.
5.      Secara kualitatif akibat dari inflasi yang parah akan menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap uang semakin berkurang, sehingga mereka berusaha untuk menghindari penggunaan uang dalam transaksi jual-beli dan lebih tertarik pada perdagangan spekulasi daripada investasi.
6.      Cara-cara mengatasi inflasi pada dasarnya harus diarahkan pada faktor-faktor yang menyebabkan perubahan harga dalam hal ini harga menjadi naik atau dengan perkataan lain nilai uang menjadi turun.
7.      Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan inflasi di Indonesia yaitu suku bunga acuan bank indonesia atau dengan kata lain BI Rate yang menjadi signal bagi perbankan untuk menetapkan tingkat suku bunganya seperti tabungan, deposito dan kredit.
8.      Dalam ekonomi ada istilah deflasi atau sering disebut disinflasi (disinflation) adalah kecenderungan terjadinya penurunan harga secara menyeluruh atau suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi, bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar.


DAFTAR PUSTAKA


Basuki, Agus Tri dan Nano Prawoto. Pengantar Ekonomi Mikro & Makro, Sleman: Danisa Media, 2015.
Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. Pengantar Teori Moneter, Bandung: Alfabeta, 2011.
Nopirin Ph.D. Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1987.
Suparmoko, M.A.,Ph.D, Drs M. Pengantar Ekonomika Makro, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1999.
Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu , “ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA BI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT KURS TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA”, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Volume 14 no. 2, Mei,


[1] Agus Tri Basuki, Nano Prawoto, Pengantar Ekonomi Mikro & Makro, (Sleman: Danisa Media, 2015) hlm. 259-260
[2] Ibid,. hlm. 265
[3] Drs M. Suparmoko, M.A.,Ph.D, Pengantar Ekonomika Makro, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1999), edisi keempat, hlm. 213
[4] Nopirin Ph.D, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1987), buku II,  hlm. 27
[5] Ibid,. hlm. 29-30
[6] Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung : Alfabeta, 2011), hlm. 121
[7] Ibid,. hlm. 122-125
[8] Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung : Alfabeta, 2011), hlm. 117-119
[9] Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung : Alfabeta, 2011), hlm. 125-128
[10] Ibid,. hlm. 128-129
[11] Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu , “ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA BI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT KURS TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA”, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Volume 14 no. 2, Mei, 2014

1 komentar:

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU YOGYAKARTA (WIROBRAJAN) Jalan HOS Cokroaminoto No. 33A, Yogyak...