INFLASI
DAN DEFLASI
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ekonomi Moneter Islam
Dosen pengampu : Satria Utama, S.E.I.
Disusun oleh :
Arini Leviani S.W (20130730259)
Fakultas
Agama Islam
Program
Studi Ekonomi Perbankan Islam
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
2016
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita masih bisa beraktivitas dan
menyelesaikan tugas makalah ini.
Pada kesempatan
kali ini, kami akan membahas tentang inflasi
dan deflasi yang meliputi:
pengertian inflasi, gambaran
umum proses inflasi, macam-macam inflasi, teori-teori tentang inflasi, dampak
inflasi terhadap perekonomian, cara-cara mengatasi inflasi, perkembangan
inflasi di Indonesia serta gambaran umum tentang deflasi.
Makalah
ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Islam dengan semaksimal mungkin sesuai
kemampuan yang kami miliki dan bantuan dari beberapa sumber. Terima kasih kami
ucapkan kepada Bapak Satria Utama, S.E.I, selaku dosen mata kuliah Ekonomi Moneter Islam yang sudah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat
berlatih untuk membuat makalah. Di
samping dapat menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, tetapi kami juga dapat
berlatih menjadi insan peneliti di masa depan.
Semoga penelitian yang kami lakukan ini
dapat bermanfaat untuk pembaca dan diperkenankan bagi pembaca untuk memberikan
kritik dan saran. Karena kritik dan saran yang membangun, akan menjadikan
kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, 3 Mei 2016
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal
satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Dalam upaya
penetapan sasaran dalam proses pembangunan ekonomi maka koordinasi antara Bank
Indonesia dan Pemerintah dilakukan dalam rangka menghadapi berbagai tantangan
dan persoalan. Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia adalah membahas
dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah
maupun Bank Indonesia.
Bank Indonesia mempunyai kewenangan
dalam Kebijakan moneter. Kewenangan Bank Indonesia tersebut antara lain dalam
menetapkan sasaran sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi dan deflasi
melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk
tetapi tidak terbatas pada operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah
maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. (UU RI No.3 Tahun 2004 tentang
perubahan atas undang-undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).
Sebagaimana
kita ketahui peredaran uang dapat memperlancar proses produksi dan proses
distribusi, namun ada kalanya terjadi gangguan pada proses produksi dan
distribusi tersebut. Pada dasarnya terdapat 2 (dua) jenis gangguan tau gejala
yang mengakibatkab tersendat-sendatnya proses produksi dan distribusi tersebut,
yang pada akhirnya menganggu stabilitas pertumbuhan ekonomi yaitu inflasi dan
deflasi.
Teori
moneter harus dapat menganalisis kedua jenis gangguan tersebut agar dapat
merumuskan cara-cara serta langkah pencegahan dan mengatasinya atau
sekurang-kurangnya mengurangi dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Inflasi biasanya banyak diasosiasikan orang dengan ekspansi atau perluasan
moneter, sedangkan deflasi dengan kontraksi atau penciutan moneter walaupun
akibat yang timbul dari kedua gangguan moneter tersebut tidaklah persis
kebalikannya.
Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat.
Hal ini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan
produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan
ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan
inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi
perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter .
Lebih dari itu, ada kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang
senantiasa akan terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter
dalam menjaga tingkat inflasi. Setiap tahunnya otoritas moneter senantiasa
menargetkan bahwa angka atau tingkat inflasi harus diturunkan menjadi satu
digit atau inflasi moderat.
Pada saat terjadi inflasi,
daya beli uang menurun. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi. Deflasi
berarti penurunan harga barang dan jasa secara umum. Hal ini dapat
menyebabkan kelesuan dalam dunia ekonomi. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK)
adalah indeks yang memberikan informasi mengenai perkembangan rata-rata
perubahan harga sekelompok tetap barang atau jasa yang pada
umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu kurun
waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan
tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) harga
barang atau jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas, maka
kami membatasi makalah ini pada pokok permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa definisi inflasi?
2.
Bagaimana gambaran umum suatu proses inflasi?
3.
Apa saja macam-macam atau jenis-jenis inflasi?
4.
Apa saja teori-teori tentang inflasi?
5.
Bagaimana dampak atau akibat inflasi
terhadap perekonomian?
6.
Bagaimana cara-cara mengatasi inflasi?
7.
Bagaimana perkembangan inflasi di
Indonesia?
8.
Bagaimana gambaran umum tentang deflasi?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Mengetahui dan memahami definisi inflasi.
2.
Mengetahui dan memahami gambaran umum
suatu proses inflasi.
3.
Mengetahui dan memahami macam-macam atau jenis-jenis inflasi.
4. Mengetahui
dan memahami teori-teori tentang inflasi.
5. Mengetahui
dan memahami dampak atau akibat inflasi terhadap perekonomian.
6. Mengetahui
dan memahami cara-cara mengatasi inflasi.
7. Mengetahui
dan memahami perkembangan inflasi di Indonesia.
8. Mengetahui
dan memahami gambaran umum tentang deflasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inflasi
Banyak
Negara di dunia ini yang semula
perkembangan ekonominya semula sangat baik dengan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, tiba-tiba mengalami kemunduran yang disebabkan oleh tingginya inflasi
yang menyebabkan daya beli masyarakat turun sehingga sektor produksi juga
turun. Inflasi yang tinggi bisa disebabkan oleh faktor internal Negara itu
seperti tingginya permintaan barang dan atau jasa atau semakin langkanya
persediaan barang terutama kebutuhan pokok, juga disebabkan oleh faktor
eksternal dari luar negeri seperti krisis di Negara lain atau karena terjadinya
nilai tukar mata uang domestik terhadap dolar yang semakin tinggi. Tingkat
inflasi sebagai salah satu sumber kebangkrutan ekonomi suatu Negara maka
inflasi dikatakan sebagai penyakit ekonomi yang harus dijaga kestabilannya.[1]
Berikut
merupakan pengertian inflasi dari beberapa tokoh ekonomi:
a)
Kecenderungan dari harga-harga untuk
naik secara umum dan secara terus menerus (Boediono, 1985: 161)
b)
Inflasi adalah proses kenaikan
harga-harga umum secara terus menerus selama periode tertentu (Nopirin, 1990:
25)
c)
Suatu keadaan dimana terjadi senantiasa
turunnya nilai uang. (Mannulang, 1993: 83)
d)
Inflasi terjadi apabila tingkat
harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar, harga mobil
naik, tingkat upah, harga tanah, dan semua barang-barang modal naik. (Samuelson
dan Nordhaus, 1993: 293)
Berdasarkan
pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian inflasi adalah proses
kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus-menerus disebabkan oleh
turunnya nilai uang pada suatu periode tertentu. Ini tidak bearti bahwa
harga-harga berbagai macam barang itu naik secara persentase yang sama. Mungkin
dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Namun yang penting terdapat
kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu.
Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup
besar) bukanlah merupakan inflasi.
Kenaikan
harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang
sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:
a)
Indeks biaya (consumer price index)
b)
Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
c)
GNP (gross national product) deflator
Dari definisi di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila terjadi kenaikan harga barang
terjadi dalam waktu yang sangat singkat, misalnya kenaikan secara musiman
menjelang hari raya lebaran, tahun baru dan lain sebagainya belum dapat
dikatakan inflasi karena setelah peristiwa hari raya tersebut harga
barang-barang turun kembali menjadi normal. Jadi kenaikan harga-harga tersebut
tidak berlangsung secara terus menerus dan segera berakhir sehingga tidak
memerlukan kebijakan moneter atau kebijakan ekonomi secara khusus untuk
menanggulanginya.
Apabila harga-harga
beberapa jenis barang biasanya barang-barang kebutuhan pokok diatur dan
ditentukan oleh pemerintah sebagai harga resmi kemudian dalam kenyataannya
karena sesuatu hal, harga barang-barang tersebut naik sehingga tidak sesuai
lagi dengan harga resmi maka untuk mendapatkan barang-barang tersebut harus
dikeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak sebagai akibat dari kenaikan harga
barang-barang tersebut maka harga barang-barang lainnya akan terpengaruh dan
menjadi naik pula. Dengan demikian pada saat itu telah terjadi inflasi yang
biasanya disebut inflasi terselubung (suppressed
inflation). Disebut terselubung karena biasanya pemerintah dalam hal ini
Biro Pusat Statistik akan mencatat harga barang-barang tersebut tetap atau
konstan atau tidak naik, yaitu sesuai dengan harga resmi sedangkan kenyataan
menunjukkan bahwa harga barang-barang tersebut telah naik dan hal seperti itu
juga cukup mengganggu pertumbuhan ekonomi.
B. Gambaran Umum Suatu Proses Inflasi
Inflasi
adalah proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat
yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau
bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran
distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya
nilai mata uang secara terus menerus.[2]
Perkembangan Inflasi
di Indonesia
Bulan
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
||||
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
|
Januari
|
126,29
|
0,89
|
130,9
|
0,76
|
136,88
|
1,03
|
110,992
|
1,07
|
Februari
|
126,46
|
0,13
|
130,96
|
0,05
|
137,91
|
0,75
|
111,28
|
0,26
|
Maret
|
126,05
|
-0,32
|
131,05
|
0,07
|
138,78
|
0,63
|
111,37
|
0,08
|
April
|
125,66
|
-0,31
|
131,32
|
0,21
|
138,64
|
-0,1
|
111,35
|
-0,02
|
Mei
|
125,81
|
0,12
|
131,41
|
0,07
|
138,6
|
-0,03
|
111,53
|
0,16
|
Juni
|
126,5
|
0,55
|
132,23
|
0,62
|
140,03
|
1,03
|
112,01
|
0,43
|
Juli
|
127,35
|
0,67
|
133,16
|
0,7
|
144,63
|
3,29
|
113,05
|
0,93
|
Agustus
|
128,54
|
0,93
|
134,43
|
0,95
|
146,25
|
1,12
|
113,58
|
0,47
|
September
|
128,89
|
0,27
|
134,45
|
0,01
|
145,74
|
-0,35
|
113,89
|
0,27
|
Oktober
|
128,74
|
-0,12
|
134,67
|
0,16
|
145,87
|
0,09
|
114,42
|
0,47
|
November
|
129,18
|
0,34
|
134,76
|
0,07
|
146,04
|
0,12
|
116,14
|
1,5
|
Desember
|
129,91
|
0,57
|
135,49
|
0,54
|
146,84
|
0,55
|
119
|
2,46
|
Tingkat
inflasi
|
|
3,79
|
|
4,3
|
|
8,38
|
|
3,36
|
Sumber
: BPS
Dari tabel di atas terlihat bahwa
rata-rata inflasi tumbuh dibawah laju pertumbuhan ekonomi, hal ini menunjukkan
bahwa pendapatan riil perkapita Negara kita mengalami perbaikan dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun yang perlu di waspadai pemerintah adalah
peningkatan harga yang diakibatkan oleh perubahan kurs rupiah yang berimbas
kepada barang-barang non-makanan (perlu diketahui bahwa bobot untuk menghitung
inflasi untuk non-makanan relatif kecil, sehingga kenaikannya tidak signifikan
terhadap inflasi), pemerintah perlu menjaga keseimbangan neraca berjalan
sehingga ekonomi kita bisa stabil.
C. Macam-macam atau Jenis-jenis Inflasi
1. Jenis
Inflasi menurut sifatnya
Laju inflasi dapat berbeda antara satu
negara dengan negara lain atau dalam satu negara dalam waktu yang berbeda. Atas
dasar besarnya laju inflasi, dapatlah inflasi di bagi ke dalam tiga kategori,
yaitu: inflasi yang ringan (creeping
inflation) yaitu kurang dari 10% per tahun, inflasi sedang (galloping inflation) antara 10 – 30 % per tahun, inflasi berat antara 30 - 100% per tahun dan Hiper Inflasi (hyper inflation) yaitu di atas 100% per
tahun.[3]
Biasanya inflasi ringan di tandai
dengan laju inflasi yang rendah. Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan
persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.
Inflasi sedang di tandai dengan
kenaikan harga yang cukup besar dan kadang kala berjalan dalam kurungn waktu
yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga-harga
minggu atau bulan ini lebih tinggi dari harga-harga minggu atau bulan lalu dan
seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih berat daripada inflasi ringan.
Inflasi berat merupakan inflai yang
paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak
lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam
sehingga ingin di tukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat, harga
naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah
mengalami defisit anggaran belanja (misalnya di timbulkan oleh adanya perang)
yang di tutup dengan mencetak uang.[4]
2. Jenis
Inflasi berdasarkan sebabnya
Berdasarkan sebabnya,
inflasi dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a)
Demand Pull Inflation
Inflasi ini terjadi
sebagai akibat pengaruh permintaan yang tidak diimbangi oleh peningkatan
jumlah penawaran produksi. Akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan, jika
permintaan banyak sementara penawaran tetap, harga akan naik. Jika hal ini
berlangsung secara terus-menerus, akan mengakibatkan inflasi yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya
pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.
b)
Cost Push Inflation
Inflasi ini
disebabkan karena kenaikan biaya produksi yang disebabkan oleh kenaikan
biaya input atau biaya faktor produksi. Akibat naiknya biaya faktor
produksi, dua hal yang dapat dilakukan oleh produsen, yaitu langsung
menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama atau harga
produknya naik karena penurunan jumlah produksi.[5]
Keterangan gambar :
P =
harga
D =
permintaan
S =
penawaran
Q = jumlah barang (output)
Gambar demand pull inflation menunjukkan
permintaan masyarakat akan barang-barang secara keseluruhan (aggregate demand) bertambah. Hal
tersebut disebabkan karena uang baru atau karena kenaikan permintaan luar
negeri akan barang-barang ekspor atau karena bertambahnya pengeluaran untuk
investasi pihak swasta karena kredit murah, maka kurva aggregate demand bergeser dari D1 ke D2 akibatnya
harga naik dari P1 ke P2.
Gambar Cost Push Inflation menunjukkan bahwa
apabila ongkos produksi naik yang disebabkan oleh karena kenaikan harga
faktor-faktor produksi baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang diimpor
dari luar negeri, maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2,
sehingga harga naik dari P1 ke P2.
Dampak atau
akibat dari kedua macam inflasi tersebut dari segi kenaikan harga out put, tidaklah berbeda tetapi dari
segi volume output (gross domestic product/ GDP) riil
terdapat perbedaan. Dalam hal demand pull
inflation biasanya ada kecenderungan output
rill meningkat bersama-sama dengan kenaikan harga umumnya. Sebaliknya dalam
cost oush inflation biasanya kenaikan
harga barang-barang bersamaan dengan penurunan volume/omzet penjualan barang-barang. Dengan perkataan lain terjadi
kelesuan dunia usaha.
Perbedaan
lainnya dari kedua proses inflasi tersebut adalah demand pull inflation kenaikan harga barang-barang akhir (final product/ output) mendahului
kenaikan harga barang-barang input
yaitu faktor-faktor produksi. Sebaliknya pada cost push inflation kenaikan harga barang-barang input mendahului harga barang-barang akhir.
Namun
demikian, dalam kenyataannya jarang sekali dijumpai terjadinya kedua jenis
inflasi tersebut masing-masing secara murni, yang sering terjadi pada umumnya
adalah campuran atau kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, sehingga
seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.[6]
D. Teori-teori Inflasi
Pada
dasarnya ada 3 (tiga) macam teori tentang inflasi, yaitu:[7]
a) Jumlah uang yang Beredar
Harapan/dugaan (expectation) dari
masyarakat mengenai kemungkinan naiknya harga-harga, sehingga peranan
psikologis dalam hal ini lebih dominan dibanding pertimbangan ekonomis.
Menurut teori ini pertambahan volume uang yang
beredar sangat dominan terhadap kemungkinan timbulnya inflasi. Tanpa adanya
pertambahan jumlah uang yan beredar, baikuang kartal maupun uang giral,
walaupun seandainya terjadi kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga
sementara saja. Jadi teori ini berpendapat bahwa pertambahan jumlah uang yang
beredarlah yang menajdi penyebab utama inflasi. Dengan demikian menurut teori
ini apabila jumlah uang tidak ditambah, kenaikan harga akan berhenti dengan
sendirinya.
b) Harapan
Dugaan (expectation)
Dipihak lain masalah yang tidak kalah
pentingnya ialah masalah psikologis yang menyangkut dugaan, perkiraan atau
harapan (expectation) dari masyarakat mengenai kemungkinan kenaikan
harga dimasa yang akan datang. Walaupun andaikata jumlah uang yang beredar
bertambah tetapi masyarakat belum mengharap atau lebih tepatnya belum menduga
bahwa harga-harga akan naik, maka pertambahan uang tersebut hanya akan menambah
simpanan atau uang kas / tunai mereka masing-masing jadi tidak atau belum
dibelanjakan.
Dengan demikian harga barang-barang tidak naik.
Tetapi kalau masyarakat menduga besok lusa atau dalam waktu dekat di masa yang
akan datang, harga barang-barang akan segera naik, maka orang cenderung untuk
membelanjakan uangnya karena khawatir apabila uang tersebut disimpan terus,
nilainya akan merosot. Dengan demikian maka terjadilah kenaikan harga
barang-barang sebagai awal satu proses inflasi.
2.
Teori
Inflasi dari Keynes
Menurut
Keynes, inflasi pada dasarnya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
permintaan masyarakat (demand) terhadap barang-barang dagangan (T)
dengan penawaran (supply) atau persediaan (stock),
dimanapermintaan lebih banyak dibandingkan barang-barang yang tersedia,
sehingga terdapat gap atau jurang yang disebut inflationary gap.
3.
Teori
Struktural
Teori ini berlandaskan kepada struktur
perekonomian dari suatu negara dan biasanya menyangkut negara-negara
berkembang. Menurut teori ini, inflasi disebabkan karena:
a) Ketidakelastisan atau kekakuan penerimaan hasil
ekspor dimana hasil ekspor memang meningkat, tetapi sangat lambat. Dibanding
dengan pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Peningkatan hasil ekspor yang lambat
tersebut antara lain disebabkan karena harga barang yang diekspor, biasanya
berupa barang-barang mentah, kurang
tidak menguntungkan dibandingkan dengan barang-barang yang diimpor yang
harus dibayar, yang biasanya barang-barang hasil industri. Dengan perkataan
lain term of trade atau daya tukar barang-barang negara-negara tersebut
semakin memburuk.
Dapat pula terjadi ketidakelastisan hasil
ekspor tersebut antara lain disebabkan karena supply atau produksi
barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikkan harga, sehingga pada
saat harga barang-barang tersebut naik, produksi sulit untuk ditingkatkan atau
bahkan berkurang antara lain karena kegagalan panen atau sebab-sebab lainnya.
Kelambanan pertumbuhan penerimaan hasil ekspor
tersebut berdampak pada kurang mampunya mengimpor barang-barang yang dibutuhkan
, sehingga negara tersebut mengambil kebijakan untuk memproduksi barang-barang
tertentu di dalam negeri, sebagai pengganti/subtitusi dari barang-barang yang
biasanya diimpor meskipun seringkali biaya produksi di dalam negeri tersebut
jauh lebih tinggi. Bahkan seringkali dengan kualitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang diimpor. Biaya produksi yang
tinggi tersebut mengakibatkan harga naik apabla proses substitusi barang-barang
yang diimpor tersebut meluas dalam arti melibatkan banyak prosuk, maka semakin
banyak barang-barang yang harganya naik, maka terjadilah inflasi.
b) Ketidak Elastisan / Kekakuan Supply Produksi
Makanan Pokok
Ketidakelastisan produksi bahan makanan pokok
di dalam negeri,seringkali terjadi dinegara-negara berkembang sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara pertumbuhan produksi bahan makanan dengan jumlah
dengan jumlah penduduk dimanan pertumbuhan supply bahan makanan tersebut
tertinggal jauh dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Dengan demikian maka
harga bahan makanan pokok akan melonjak. Akibatnya timbul tuntutan kenaikkan
upah dan gaji akan menyebabkan biaya produksi naik. Biaya produksi yang naik
akan menyebabkan harga jual naik, maka terjadilah inflasi.
Namun
dalam kenyataannya proses inflasi yang disebabkan karena ketidakelastisan
penerimaan hasil ekspor dan karena ketidakelastisan prosuksi bahan makanan
pokok, jarang terjadi sendiri-sendiri, melainkan bersama-sama bahkan seringkali
memperkuat satu sama lainnya. Misalnya tertinggalnya produksi bahan makanan
dibandingkan dengan pertumbuhan kebutuhan masyarakat, menyebabkan impor
meningkat. Impor yang meningkat akan menyebabkan tekanan pada neraca pembayaran
yang selanjutnya mendorong proses produksi substitusi impor yang berlebihan
yang akhirnya menyebabkan naiknyaharga barang-barang.
E. Dampak atau Akibat Inflasi terhadap Perekonomian
Dampak atau akibat dari inflasi, yang akan terjadi terhadap
perekonomian adalah :
a)
Inflasi mempengaruhi dalam arti
mengurangi minat masyarakat untuk menabung (propensity
to save/PTS) karena mereka khawatir kalau-kalau nilai uang tabungannya
semakin lama semakin menurun, sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk
menabung bahkan cepat-cepat membelanjakan uang/pendapatnnya.
b)
Sebagai akibat dari hal tersebut, maka
inflasi berarti mempercepat laju edar uang (velocity
of circulation), yang dengan perkataan lain berarti mengurangi
hasrat/keinginan untuk menyimpan uang tunai (liquidity preference menurun).
c)
Menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap uang baik sebagai medium of
change, sebagai store of value
maupun sebagai standart of value.
d)
Berkurangnya kesediaan orang/badan
untuk memberikan kredit.
e)
Seandainya bank berusaha mendorong
produksi dengan jalan memberikan kredit investasi dan atau modal kerja,
biasanya hanya akan menambah jumlah uang yang beredar yang berarti hanya akan
mengkatrol inflasi ke arah tingkat yang lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan
karena dana kredit yang diberikan bank bukan berasal dari tabungan/simpanan
masyarakat, melainkan berasal dari penciptaan uang baru yang berasal dari bank
sentral.
f)
Karena inflasi menyebabkan kecepatan
laju edar uang meningkat, maka pajak cenderung naik. Kenaikan pajak menyebabkan
gairah usaha/bisnis menjadi berkurang.
g)
Inflasi cenderung menguntungkan
orang-orang/badan-badan yang meminjam uang (debitur). Sebaliknya inflasi
cenderung merugikan orang-orang/badan-badan yang meminjam uang (kreditur).
Secara kualitatif akibat dari inflasi
yang parah akan menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap uang semakin
berkurang, sehingga mereka berusaha untuk menghindari penggunaan uang dalam
transaksi jual-beli dan lebih tertarik pada perdagangan spekulasi daripada
investasi.
Dari aspek sosial, inflasi yang parah
cenderung menimbulkan kemiskinan yang meluas dan menambah jurang yang semakin
dalam antara segelintir orang-orang yang semakin kaya dengan sebagian orang
yang semakin miskin.
Inflasi tidak hanya merugikan
masyarakat biasa tetapi juga pemerintah, defisit anggaran belanja akan semakin
besar karena penerimaan anggaran pendapatan didasarkan atas harga-harga
sebelumnya, sedangkan penerimaan pajak tidak dapat menutupi pengeluaran yang
terus-menerus meningkat akibat naiknya harga. Defisit disebut terpaksa ditutup
dengan mencetak uang baru atau melalui kredit bank sehingga lagi-lagi menambha
volume uang yang beredar yang kembali menyebabkan naiknya harga-harga.
Interaksi ini lagi-lagi dikenal sebagai spiral
inflation.[8]
F. Cara-cara Mengatasi Inflasi
Cara-cara mengatasi inflasi pada dasarnya harus diarahkan
pada faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan harga dalam hal ini harga menjadi naik atau dengan perkataan lain
nilai uang menjadi turun.
Sebagaimana diketahui bahwa factor-faktor yang menjadi akar penyebab perubahan nilai
uang adalah M, V, dan T. Oleh karena itu, tiada lain daripada usaha mengurangi
M dan/atau V, yang keduanya tergolong pada faktor moneter dan atau meningkatkan
T.
Dalam hal ini ada 4 (empat) kebijakan (policy) yang dapat ditempuh untuk mengatasi inflasi tersebut,
yaitu:[9]
a) Kebijakan
Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan moneter pada dasarnya dilaksanakan oleh Bank
Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar yang menjadi wewenangnya, melalui 3 (tiga) cara,
yaitu:
1.
Menaikkan cash reserve ratio/CRR atau cash ratio atau presentase likuiditas
atau giro wajib minimum/GWM. Dengan kenaikan CRR, kemampuan bank-bank umum
untuk memberikan kredit menjadi berkurang, jadi terdapat kontraksi moneter
sehingga jumlah uang yang beredar (faktor M) menjadi berkurang, tidak lebih
sehingga harga menjadi turun.
2.
Menjual surat-surat berharga, dalam
rangka operasi pasar terbuka (open market operation/OMO), misalnya melalui
sertifikat Bank Indonesia/ SBI Surat Berharga Pasar Uang/SPBU dan lain
sebagainya dengan tingkat bunga atau imbalan yang menarik, maka uang beredar
yang ber lebih di masyarakat sebagian akan tersedot ke kas bank sentral
sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat (M) menjadi berkurang.
3.
Menaikan tingkat bunga kredit. Apabila
bank sentral meningkatkan tingkat bunga kredit dasar (base lending rate), maka dengan meningkatkan bunganya tersebut,
dalam rangka politik disconto (discount
policy), berarti bak-bank umum dalam menentukan tingkat bunga kreditnya
tidak bisa tidak harus mengikuti/ mengacu pada ketentuan bank sentral tersebut.
Dengan meningkatnya bunga kredit maka akan mengurangi minat sebagian anggota
masyarakat untuk mengambil kredit, sehingga jumlah uang yang beredar (M)
menjadi berkurang (tidak terlalu banyak).
b) Kebijakan
Fiskal (Fiscal Policy)
Terdapat 3 cara mengatasi inflasi melalui kebijakan fiskal,
yaitu:
1.
Pengurangan pengeluaran pemerintah
Walaupun pengurangan pengeluaran pemerintah (government expenditure) bukanlah
merupakan sesuatu hal yang mudah,
terlebih-lebih apabila diklaitkan dengan tuntutan kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang semakin lama semakin besar dan berkelanjutan, namun apabila hal itu dapat
dilaksanakan maka sangat efektif untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di
masyarakat. Kebijakan ini sering disebut tight money policy/TMP atau kebijakan
uang ketat.
2.
Menaikkan pajak
Dengan menaikkan pajak maka berarti penghasilan seseorang (disposable income) akan menjadi
berkurang, sehingga barang-barang harganya tidak akan naik. Dipihak lain uang
ya ng berasal dari pajak akan masuk kas pemerintah, hal ini berarti mengurangi
jumlah uang yang berlebih di masyarakat. Menaikkan pajak dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan tarif pajak atau menambah jenis dan objek pajak atau
kombinasi kedua-duanya.
3.
Pemerintah melakukan pinjaman kepada
masyarakat.
Pemerintah melakukan pinjaman kepada masyarakat dengan
berbagai cara, misalnya melalui penjualan obligasi Negara, surat utang Negara,
surat perbendaharaan Negara dan lain sebagainya dengan bunga atau imbalan/bagi hasil yang menarik.
Atau melalu pemotongan gaji/upah atau misalnya melalui pengguntingan uang
kertas yang beredar sehingga hanya bernilai setengahnya atau tiga perempatnya
dari nilai semula.
c) Kebajikan
Non Moneter
Kebijakan non moneter adalah kebijakan untuk mengatasi
inflasi diluar kedua cara yang telah disebutkan diatas.
Caranya ada 3 (tiga) macam, yaitu:
1.
Meningkatkan hasil produksi (production
approach)
Cara mengatasi inflasi melalui peningkatan hasil produksi
adalah cara yang paling efektif, namun dalam pelaksanaanya sering kali
mengalami kesulitan, karena kelangkaan sumber-sumber atau faktor-faktor
produksi yang diperlu kan. Sebagaimana
dimaklumi meningkatkan produksi berarti menignkatkan unsur T dalam rumus
Fisher, hal tersebut hanya dapat di laksanakan melalui peningkatan kapasitas
produksi atau menambah jam kerja bagi para buruh/pegawai. Sedangkan apabila di
harapkan peningkatan produksi yang lebih pesat dan dengan kualitas yang lebih
baik, maka harus melalui penerapan teknologi yang lebih baik dan modern. Cara
ini lazim disebut pendekatan produksi atau production
approach.
2.
Kebijakan upah/gaji
Yang dimaksud dengan kebijakan mengenai upah dan gaji dalam
rangka mengatasi inflasi ialah tidak menaikan upah dan gaji sama sekali selama
produktivitas buruh dan pegawai tersebut tidak meningkat. Dengan demikian disposable income/ penghasilan yang siap
untuk di belanjakan yang di miliki oleh mereka tidak bertambah, dan hal
tersebut akan menghambat kenaikan harga barang-barang.
3.
Pengawasan Harga Barang dan
Distribusinya
Kecenderungan naiknya harga barang-barang bisa di atasi di
samping oleh cara-cara yang telah dikemukakan di atas, dapat juga di atasi
dengan cara penetapan harga dan penawasan harga di atas dengan cara penetapan
harga dan pengawasan harga serta cara-cara distribusinya oleh pemerintah,
disertai tindakan pengenaan sansi kepada para pelanggar-pelangaranya.
Namun diakui bahwa dalam pelaksananya cara ini sulit
berjalan sebagaimana yang diharapkan, bahkan sering menimbulkan dampak negatif
yaitu sering kali terjadi dualisme harga yaitu adanya harga resmi, berupa harga
yang di tetapkan oleh pemerintah dan harga yang tidak resmi (sering dikenal sebagai harga “gelap”) yang
biasanya lebih tinggi dari harga resmi. Oleh karena itu barang-barang sering
menghilangkan di pasaran resmi dan muncul dipasaran gelap (black market).
d) Kombinasi
dari berbagai cara
Maksud mengatasi inflasi dengan
kombinasi berbagai cara adalah cara menjelaskan kebijakan anti inflasi
bersama-sama secara simultan melalui kebijakan moneter, kebijakan fiskal bahkan
mungkin dengan kebijakan pengawasan harga sekaligus.
G. Perkembangan Inflasi di Indonesia
Perkembangan inflasi di Negara kita beberapa tagun terakhir khususnya
dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2009, sebagai berikut:[10]
Tabel Perkembangan Inflasi Indonesia
|
Tahun
|
||||||
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
|
Tingkat Inflasi
|
5,16%
|
6,40%
|
17,11%
|
6,60%
|
6,59%
|
11,06%
|
2,79%
|
Tabel Perkembangan
Tingkat Inflasi di Indonesia Periode 2005 – 2013
Tahun
|
Inflasi (Persen)
|
2005
|
17.11
|
2006
|
6.6
|
2007
|
6.59
|
2008
|
11.06
|
2009
|
2.78
|
2010
|
6.96
|
2011
|
3.79
|
2012
|
4.3
|
2013
|
8.38
|
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Berdasarkan
Tabel diatas dapat dilihat perkembangan inflasi selama periode 2005 sampai 2013 yang mengalami fluktuasi yang beragam
inflasi tertinggi terjadi pada periode 2005 sebesar 17.11% kemudian bergerak
turun pada periode 2006 sebesar 6.6% setelah itu naik kembali pada tahun 2008 yaitu sebesar 11.06% dikarenakan
pada saat itu terjada krisis global yang melanda dunia sehingga berdampak buruk
bagi perekonomian di Indonesia.
Dalam
perkembangnya setiap tahun Inflasi terendah diperoleh pada periode 2009 yaitu
sebesar 2.78% namun kemudian mengalami kenaikan pada periode 2010 yaitu sebesar
6.69% dan kemudian mengalami penurunan pada periode 2011 sebesar 3.79% hingga
kemudian mengalami kenaikan pada periode 2013 sebesar 8.38% yang menyebabkan
persentase pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berarti kemudian berdampak pada
naiknya angka kemiskinan di Indonesia.
Salah
satu faktor yang mempengaruhi perubahan inflasi di Indonesia yaitu suku bunga
acuan bank indonesia atau dengan kata lain BI Rate yang menjadi signal bagi
perbankan untuk menetapkan tingkat suku bunganya seperti tabungan, deposito dan
kredit. Menurut Yodiatmaja (2012:3) perubahan BI Rate akan mempengaruhi beberapa variabel
makroekonomi yang kemudian diteruskan
kepada inflasi. Perubahan berupa peningkatan level BI Rate bertujuan untuk
mengurangi laju aktifitas ekonomi yang mampu memicu inflasi. Pada saat level BI
Rate naik maka suku bunga kredit dan deposito pun akan mengalami kenaikan.
Ketika suku bunga deposito naik, masyarakat akan cenderung menyimpan uangnya di
bank dan jumlah uang yang beredar berkurang. Pada suku bunga kredit, kenaikan
suku bunga akan merangsang para pelaku usaha untuk mengurangi investasinya
karena biaya modal semakin tinggi. Hal demikianlah yang meredam aktivitas
ekonomi dan pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.[11]
H. Deflasi
Dalam ekonomi ada istilah deflasi atau sering disebut
disinflasi (disinflation) adalah
kecenderungan terjadinya penurunan harga secara menyeluruh atau suatu periode
dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah
kebalikan dari inflasi, bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang
beredar di masyarakat maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang
beredar. Amerika Serikat pernah mengalami deflasi panjang tahun 1920-an dan
1930-an saat perekonomian terjerumus dalam depresi besar (great depression). Dari tahun 1929 hingga 1933 tingkat harga di
Amerika Serikat jatuh 25 persen, inilah deflasi terbesar dalam sejarah perekonomian
Amerika Serikat.
Menurut definisi Internasional Monetery Found (IMF), deflasi
adalah suatu fenomena ekonomi yang terjadi akibat berlangsungnya resesi panjang
akibat penurunan harga penjualan pasar kurang lebih 2 tahun. Deflasi dapat
dikatakan suatu gejala ekonomi yang berbahaya, seperti halnya inflasi, karena
terus meningkatkan situasi labil terhadap faktor subjek ekonomi secara
psikologi. Dan bagaikan resesi panjang deflasi dapat pula menjatuhkan nilai
aset sekaligus menghantam berbagai sektor perekonomian.
Penyebab terjadinya
deflasi:
1. Menurunnya
persediaan uang di masyarakat
2. Meningkatnya
persediaan barang
3. Menurunnya
permintaan akan barang
4. Naiknya
permintaan akan uang
Dampak terjadinya deflasi:
1. Penurunan
persediaan uang di masyarakat karena deflasi dapat menyebabkan menurunnya
persediaan uang dimasyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang
dialami Amerika) dan juga akan membuat pasar Investasi akan mengalami
kekacauan.
2. Memperlambat
aktifitas ekonomi, dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumsi
memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan
harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktifitas ekonomi akan melambat
dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
3. Dampak
susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang akhirnya
mengalami PHK karena pemilik bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya.
Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah
uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.
4. Dari
sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil
maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi
dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
5. Deflasi
juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu Negara menjadi nol persen. Lalu
diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank.
Selain itu juga ada dampak positif dan
negatif dari deflasi adalah sebagai berikut:
1. Positif,
deflasi akan membuat orang menyimpan uang sehingga uang benar-benar dihargai
dan jaminan keamanan sosial politik. orang akan banyak berinvestasi langsung
dan ketersediaan barang terjamin. Akibatnya nilai mata uang akan meningkat.
2. Negatif,
deflasi akan membuat jatuh nilai properti. Orang lebih suka mendepositokan
uangnya di bank atau pasar modal daripada beli properti yang tidak naik. Karena
harga terus turun maka produsen cenderung kurang berminat memproduksi barang.
Kesempatan kerja berkurang karena banyak terjadi PHK. Pajak tidak dapat ditarik
oleh pemerintah sehingga pendapatan Negara berkurang. Kegiatan perekonomian
secara keseluruhan mengalami kemunduran.
Cara mengatasi deflasi
1.
Menurunkan tingkat suku bunga.
2. memberikan
stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis
3. pemerintah
juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk
menggairahkan perekonomian
4.
Dari sisi bank sentral, pemerintah juga
dapat meningkatkan peredaran uang dimasyarakat
dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkan dengan uang tunai.
Diatas adalah sebagian cara yang dapat
dilakukan pemerintah jika kondisi perekonomian sudah menandakan terjadinya
deflasi. Seperti menurunkan tingkat suku bunga itu tidak akan langsung
mengatasi, tetapi hanya akan mengobati sedikit dari gejala deflasi yang mana
pemerintah harus mengatasinya secara perlahan dan di dukung juga dengan kebijakan
moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan non-moneter guna untuk mengatasi inflasi
dan deflasi itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
makalah yang telah dijabarkan diatas, dapat ditarik kesimpulan:
1.
Inflasi adalah proses kenaikan harga
barang-barang secara umum dan terus-menerus disebabkan oleh turunnya nilai uang
pada suatu periode tertentu. Ini tidak bearti bahwa harga-harga berbagai macam
barang itu naik secara persentase yang sama.
2.
Inflasi merupakan proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan continue
berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidak lancaran distribusi barang.
3.
Jenis inflasi dapat dibai menjadi dua
yaitu inflasi berdasarkan sifatnya (inflasi ringan, sedang, berat dan
hiperinflasi) serta inflasi berdasarkan sebabnya (demand pull inflation dan cost
push inflation).
4.
Teori inflasi dibagi menjadi tiga yaitu
teori kuantitas (teori yang menganalisis
peranan), teori inflasi dari Keynes dan teori structural.
5.
Secara kualitatif akibat dari inflasi
yang parah akan menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap uang semakin
berkurang, sehingga mereka berusaha untuk menghindari penggunaan uang dalam
transaksi jual-beli dan lebih tertarik pada perdagangan spekulasi daripada
investasi.
6.
Cara-cara mengatasi inflasi pada
dasarnya harus diarahkan pada faktor-faktor yang menyebabkan perubahan harga
dalam hal ini harga menjadi naik atau dengan perkataan lain nilai uang menjadi
turun.
7.
Salah
satu faktor yang mempengaruhi perubahan inflasi di Indonesia yaitu suku bunga
acuan bank indonesia atau dengan kata lain BI Rate yang menjadi signal bagi
perbankan untuk menetapkan tingkat suku bunganya seperti tabungan, deposito dan
kredit.
8.
Dalam ekonomi ada istilah deflasi atau
sering disebut disinflasi (disinflation)
adalah kecenderungan terjadinya penurunan harga secara menyeluruh atau suatu periode
dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah
kebalikan dari inflasi, bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang
beredar di masyarakat maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang
beredar.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Agus Tri dan Nano
Prawoto. Pengantar Ekonomi Mikro &
Makro, Sleman: Danisa Media, 2015.
Firdaus, Rachmat dan Maya
Ariyanti. Pengantar Teori Moneter, Bandung:
Alfabeta, 2011.
Nopirin Ph.D. Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta, 1987.
Suparmoko, M.A.,Ph.D,
Drs M. Pengantar Ekonomika Makro, Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 1999.
Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu ,
“ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA BI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT KURS
TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA”, Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi,
Volume 14 no. 2, Mei,
[1]
Agus Tri Basuki, Nano Prawoto, Pengantar
Ekonomi Mikro & Makro, (Sleman: Danisa Media, 2015) hlm. 259-260
[2]
Ibid,. hlm. 265
[3] Drs M. Suparmoko, M.A.,Ph.D, Pengantar Ekonomika Makro, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 1999), edisi keempat, hlm. 213
[4]
Nopirin Ph.D, Ekonomi Moneter,
(Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1987), buku II,
hlm. 27
[5]
Ibid,. hlm. 29-30
[6]
Rachmat Firdaus, Maya
Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung
: Alfabeta, 2011), hlm. 121
[7]
Ibid,. hlm. 122-125
[8] Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung :
Alfabeta, 2011), hlm. 117-119
[9]
Rachmat Firdaus, Maya
Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung
: Alfabeta, 2011), hlm. 125-128
[10]
Ibid,. hlm. 128-129
[11]
Theodores Manuela
Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu , “ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA BI, JUMLAH
UANG BEREDAR, DAN TINGKAT KURS TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA”,
Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi,
Volume 14 no. 2,
Mei, 2014
Sangat bagus cukup bermanfaat
BalasHapusmy blog