Minggu, 17 April 2016

Permintaan Uang II


Permintaan Uang II

1.      Sintesis IS-LM
A.    Kurva IS
Alat analisis ini disusun dari ekonomi Keynes yang berupa suatu keseimbangan dalam pasar barang (sektor riil). Berdasarkan pada persamaan Y = C + I + G dan S + T = I + G. Maka proses penurunan kurva IS sebagai berikut:[1]
Penurunan Kurva IS Secara Matematis :
1)      C = a + b(Y-T)         S = -a + (-b)Y-bT     : Fungsi Konsumsi dan Tabungan
2)      I = d – n(r)                                                : Fungsi Investasi
3)      T = e + t(Y)                                               : Fungsi Pajak
4)      G = Ğ                                                        : Pengeluaran Pemerintah tetap
5)      Y = C + I + Ğ atau S + T = I + G                         : Keadaan keseimbangan
Dengan cara memasukkan persamaan (1) sampai dengan (2) ke persamaan (5), maka diperoleh persamaan berikut :
Y = C + I + G
Y = a + b(Y – e – t(Y)) + d – n(r) + Ğ
Y = a + bY – bt(Y) – eb + d – n(r) + Ğ
(1 – b + bt)Y = a – eb + d – n(r) + Ğ
Y =
Fungsi IS menunjukkan berbagai kombinasi antara tingkat pendapatan (Y) dengan tingkat bunga (r) dalam keadaan keseimbangan (S + T = I + G). Hubungan Y dengan r negatif, sehingga kalau fungsi ini digambarkan dalam suatu kurva, maka lereng kurva ini pun juga akan negatif. Hubungan negatif ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pada tingkat bunga yang lebih tinggi investasi akan turun (I < S). Oleh karena itu pendapatan harus lebih rendah/turun untuk menurunkan tabungan sampai kembali investasi sama dengan tabungan (I = S).
B.     Kurva LM
Berbeda dengan IS, yang menggambarkan adanya keseimbangan dalam pasar barang, maka kurva LM menggambarkan adanya keseimbangan dalam pasar uang (permintaan uang sama dengan JUB). Secara matematis dapat dijelaskan dengan model sebagai berikut:[2]
1)      MD = f – h (R) + k (Y)     : Liquidity Preference atau permintaan uang kas
2)      M = M*                             : Jumlah/Penawaran uang (tetap, ditentukan Bank Sentral)
3)      Md = M*                           : Keseimbangan pasar uang
Dengan menyelesaikan persamaan (7) samapai (9), maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
M = f – h(r) + k(Y)
Y =
Fungsi LM diatas menunjukkan berbagai kombinasi pendapatan (Y) dan tingkat bunga (r) dalam mana pasar uang seimbang. Dalam hal ini terdapat hubungan positif antara tingkat pendapatan dengan tingkat bunga sehingga fungsi LM ini kalau digambarkan dalam bentuk kurva tertentu mempunyai lereng positif juga.

2.      Perkembangan Teori Permintaan Uang setelah Keynes
Perkembangan selanjutnya dari teori keynes didasarkan pada motif transaksi (W.J Boumol 1952) dan motif spekulasi (James Tobin). Dalam menganalisa permintaan uang, keduanya menggunakan pendekatan yang berbeda, sehingga implikasi kebijaksanaannya pun juga berbeda.
A.    Permintaan Uang untuk Tujuan Transaksi
Permintaan Uang untuk tujuan transaksi teori ini diperkembangkan oleh Baumol (1952) dan juga Tobin (1956) yang masing-masing menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk tujuan transaksi.
1)      Baumol menggunakan pendekatan teori penentuan persediaaan barang yang biasa dipakai dalam dunia perusahaan. Baumol menganalisa tingkah laku individu, dan menganggap bahwa pendapatan mereka diterima sekali (misalnya tiap bulan). Namun, individu tersebut harus membelanjakannnya sepanjang waktu (satu bulan). Masalahnya adalah penentuan betapa besarnya uang kas yang harus dipegang setiap saat dalam mana ongkos/biayanya paling rendah. Hal ini mengingat bahwa kekayaan individu tersebut selain berupa uang kas dapat berupa surat berharga yang menghasilkan bunga, serta adanya ongkos/biaya untuk menukarkan surat berharga tersebut dengan uang kas.
Masalah penentuan jumlah uang kos yang optimum (di mana ongkosnya paling rendah) dapatlah dijelaskan sebagai berikut, misalnya:
T    : Adalah nilai riil pendapatan selama satu periode (satu bulan), dengan demikian      juga besarnya nilai riil transaksi selama satu periode (satu bulan).
r     : Adalah tingkat bunga (tetap satu periode)
b    : Adalah ongkos/biaya perantara (broker’s fee) yang besarnya tetap, tidak tergantung pada besarnya transaksi.
C   : Adalah nilai riil surat berharga yang ditukarkan dengan uang kas yang setiap kali diambil dari tabungan seandainya semua pendapatannya ditabung. Jadi besarnya/volume transaksi selama satu bulan (apakah itu menjual surat berharga atau mengambil tabungan di bank) adalah T/C, yakni jumlah pendapatn dibagi dengan besarnya uang kas yang setiap saat akan dipegang. Ongkos/biaya perantara sebesar bT/C.
Karena individu tersebut memegang uang kas sebesar C setiap periode dan dibelanjakan secara merata selama satu periode dan menjual surat berharga (atau mengambil tabungan) lagi manakala uang kasnya (C) habis, maka rata-rata jumlah uang kas yang dipegang setiap saat sebesar c/2. Secara diagramatis hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: misalnya, individu tersebut pada awal uang memegang uang kas (C) sebesar Rp. 200.000,-. Uang itu lalu dibelanjakan secara merata selama satu bulan, sehingga pada akhir bulan uang tersebut habis (C = 0). Kemudian individu tersebut menjual surat berharga atau mengambil tabungan sebesar  Rp. 200.000,- dan dibelanjakan merata selama satu bulan berikutnya. Pada akhir bulan berikutnya uang kasnya akan habis lagi (C = 0), kemudian menjual surat berharga lagi seharga Rp. 200.000,- dan dibelanjakan merata lagi selama satu bulan dan demikian proses tersebut berulang.
2)      Elastisitas permintaan uang kas untuk tujuan transaksi terhadap tingkat bunga
Baumol telah menunjukkan bahwa permintaan uang kas untuk tujuan transaksi itu tergantung juga terhadap tingkat bunga. Menurut James Tobin, ketidakbersamaan antara pengeluaran dengan penerimaan penghasilan memaksa individu untuk menyediakan alat pembayar guna membiayai transaksinya. Namun tidak berarti bahwa alat pembayar ini harus berupa uang kas. Dapat sebagian berupa surat berharga yang memberikan bunga.
Hal ini tergantung besarnya surat berharga tersebut. Apabila tingkat bunga tinggi (dibanding dengan biaya transaksi) maka individu akan mengurangi pembayaran berupa uang kas dan akan mengurangi surat-surat berharga. Sebaliknya apabila surat berharga rendah (dibandingkan dengan biaya transaksi) maka individu tersebut akan memperbanyak uang kas untuk transaksi dan tingkat bunga.
3)      Pernyataan Kembali Teori Kuantitas Uang (Friedman)
Milton Friedman mencoba mengidupkan kembali teori kuantitas uang klasik dengan membuat suatu pernyataan bahwa teori kuantitas adalah teori tentang permintaan uang, bukan teori tentang penentuan produk, pendapatan maupun harga. Menurut dia, uang itu merupakan salah satu bentuk kekayaan, seperti halnya bentuk-bentuk kekayaan yang lain (misalnya: surat berharga, tanah atau kepandaian). Disamping itu, bagi seorang pengusaha uang itu merupakan barang produktif. Apabila uang ini dikombinasikan dengan faktor produksi yang lain (mesin serta bahan mentah misalnya) dapat menghasilkan barang lain. Dengan demikian, teori tentang permintaan uang dapat pula dipandang sebagai teori tentang modal (capital theory).
Dipandang dari seorang pemilik kekayaan (bukan pengusaha) teori tentang permintaan uang dapat disamakan dengan teori akan barang konsumsi. Sehingga, permintaan terhadap uang kas tergantung tiga faktor utama (seperti halnya permintaan atas barang konsumsi), yakni:
a.       Jumlah total kekayaan (merupakan semacam “budget constraint” dalam teori permintaan akan barang konsumsi
b.      Harga dan pendapatan dari berbagai alternatif, bentuk kekayaan
c.       Selera dan kesukaan dari pemilik kekayaan
Friedman memberikan definisi kekayaan meliputi segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pendapatan. Salah satu sumber pendapatan ini adalah dari manusia itu sendiri, sehingga diri manusia (kepandaian misalnya) merupakan salah satu bentuk kekayaan disamping bentuk lain seperti surat berharga, tanah, perhiasaan dan lain-lainnya. Dari sudut pandang ini maka tingkat bunga menunjukkan suatu hubungan antara jumlah (stock) kekayaan dengan aliran (flow) pendapatan.  Secara formula hubungan ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:

W = Y/r

di mana:    W = kekayaan
                  Y = aliran pendapatan
                  r  = tingkat bunga

Seorang pemilik kekayaan akan selalu berusaha untuk memilih bentuk-bentuk kekayaan (kombinasi berbagai bentuk kekayaan) sehingga mencapai kepuasaan yang maksimum. Hal ini dapat dicapai apabila tingkat substitusi yang dia inginkan. Karena satu bentuk kekayaan ini berbeda dengan bentuk yang lain dalam hal adanya aliran pendapatan (misalnya, obligasi akan mendatangkan bunga sedangkan uang kas tidak) maka perbedaan inilah yang mendasari kepuasan seorang pemilik kekayaan. Konsekuensinya, kepuasaanya tidak hanya dipengaruhi harga daripada bentuk kekayaan tersebut, tetapi juga pendapatan yang diperoleh (tingkat bunga). Harga suatu bentuk kekayaan (kecuali yang berbentuk manusia/kepandaian) untuk mudahnya dapat dinyatakan dengan kesatuan suatu mata uang (rupiah misalnya).
Friedman membagi bentuk kekayaan dalam lima kategori, yakni:[3]
a.       Uang Kas (M)
b.      Obligasi (B)
c.       Saham (E)
d.      Kekayaan yang berbentuk fisik seperti tanah, mesin (G)
e.       Kekayaan yang berbentuk manusia seperti kecakapan (H)


[1] Nopirin, Ph.D, EKONOMI MONETER, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997), Buku I Edisi IV, hlm. 99-100
[2] Nopirin, Ph.D, EKONOMI MONETER, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997), Buku I Edisi IV, hlm. 102
[3] Nopirin, Ph.D, EKONOMI MONETER, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997), Buku I Edisi IV, hlm. 143-145

Permintaan Uang I


Permintaan Uang I

1.      Teori Permintaan Uang Klasik
Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang. Pada awal mulanya teori ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa seseorang atau masyarakat menyimpan uang kas, tetapi lebih pada peranan daripada uang. Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut:[1]

MV = PT
di mana:
M = Jumlah uang beredar
V = Perputaran uang dari satu tangan ke tangan dalam satu periode
P = Harga barang
T = Volume barang yang diperdagangkan

Beberapa versi teori ini adalah:
Pertama, dengan mengganti volume barang yang diperdagangkan (T) dengan input riil (O), sehingga formulasi teori kuantitas menjadi:

MV = PO = Y
di mana:
Y = PO = GNP nominal
V = Tingkat perputaran pendapatan (income velocity of money)

Dengan menggunakan anggapan bahwa ekonomi selalu dalam keadaan kesempatan kerja penuh/full employment (atas dasar hukum Say) maka besarnya T (dan juga dengan sendirinya O) tetap tidak berubah. Demikian juga V relatif tetap (V hanya berubah kalau terjadi perubahan kelembagaan, seperti misalnya kebiasaan melakukan pembayaran serta perubahan teknologi komunikasi). Konsekuensi dari kedua anggapan ini, maka M hanyalah mempengaruhi T, dan pengaruhnya proporsional. Artinya, kalau M naik dua kali maka T juga akan naik dengan dua kali.
Kedua, versi yang dikemukakan oleh A. Marshall dari Universitas Cambrige dengan formulasi sebagai berikut:

M         = kPO
= kY di mana k = 1/V

Secara sistematis formulasi Marshall ini sama dengan formulasi Irving Fisher, namun implikasinya berbeda. Marshall memandang bahwa individu atau masyarakat selalu menginginkan sebagian (proporsi) tertentu dari pendapatannya (Y) diwujudkan dalam bentuk uang kas (yang dinyatakan dengan k). Sehingga, kY merupakan keinginan individu atau masyarakat akan uang kas (Md). Secara matematis dapat diformulasikan sebagai:

Md = kPO = kY
di mana:
Md = adalah permintaan uang kas

Dengan formulasi tersebut teori Marshall merupakan awal dari teori permintaan akan uang. Teori ini masih sangat sederhana, terkandung didalamnya beberapa kelemahan (yang kemudian atas dasar kelemahan-kelemahan ini lalu disempurnakan oleh teori berikutnya).
Kelemahan pertama adalah bahwa dalam kenyataannya V tidaklah tetap. Baik di Negara maju (Amerika Serikat) maupun Negara berkembang, V cenderung tidak konstan. Sebagai contoh, besarnya V di Indonesia selama tahun 1970 sampai dengan 1983 adalah sebagai berikut:





Tingkat Perputaran Uang (V) di Indonesia
1970-1982

  Tahun
GNP pada Harga Berlaku (GNP Nominal)
(Milliar Rp)
Jumlah Uang Beredar (M)
(Milliar Rp)
Tingkat Perputaran Uang/Pendapatan
(V = GNP/M)
1970
3.189,5
210,7
15
1971
3.604,1
270,2
13
1972
4.419,8
360,3
12
1973
6.500,0
530,3
12
1974
10.209,4
784,3
13
1975
12.085,7
1.027,1
12
1976
14.984,2
1.427,9
10
1977
18.355,2
1.815,4
10
1978
21.879,3
2.110,9
10
1979
30.541,0
2.488,3
12
1980
43.435,0
3.384,7
13
1981
52.102,1
4.995,0
10
1982
57.675,1
5.998,0
9

Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 1983/1984

Tabel diatas menunjukkan tingkah laku V atau k selama 1970-1982. Selama periode tersebut terlihat bahwa V tidaklah konstan, oleh karena itu teori permintaan uang harus dapat menjelaskan timbulnya perubahan ini.
Kelemahan kedua, bahwa teori klasik mengabaikan pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan uang. Teori kuantitas uang menganggap bahwa permintaan akan uang kas tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga (sebab, motif utama memegang uang adalah transaksi yang besarnya tergantung dari pendapatan).

2.      Teori Permintaan Uang Keynes
Keynes, dalam teorinya tentang permintaan akan uang kas, membedakan antara motif transaksi (dan berjaga-jaga) serta spekulasi. Jadi dia juga mengakui adanya motif transaksi, hanya saja yang lebih penting (dalam arti pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi) adalah motif spekulasi.[2]
A.    Permintaan Uang untuk Tujuan Transaksi
Individu atau perusahaan memerlukan uang kas untuk mebelanjai transaksi karena mereka piker bahwa pengeluaran ini sering terjadi terlebih dahulu dari uang masuk (dari pendapatannya). Pengeluaran ini seringkali tidak bisa diperkirakan terlebih dahulu, sehingga sangat diperlukan adanya uang kas di tangan. Meskipun seandainya pengeluaran dan penerimaan itu dapat diperkirakan dengan tepat, namun uang kas di tangan tetap diperlukan. Sebab, penerimaan yang diharapkan mungkin tidak jadi diterima, atau pengeluaran untuk transaksi yang sangat penting perlu dilakukan sebelum penerimaan datang, atau mungkin suatu transaksi yang memberikan keuntungan besar sangat menarik untuk dilakukan sebelum penerimaan datang dan sebagainya.
Keynes menyatakan, bahwa permintaan uang kas untuk tujuan transaksi ini tergantung dari pendapatan. Makin tinggi tingkat pendapatan, makin besar keinginan akan uang kas untuk transaksi. Seseorang atau masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi, biasanya melakukan transaksi lebih banyak  dibanding seseorang atau masyarakat yang pendapatannya lebih rendah. Penduduk yang tinggal di kota besar cenderung melakukan transaksi yang lebih besar dari penduduk yang tinggal di kota kecil (atau pedesaan).
B.     Permintaan Uang untuk Tujuan Spekulasi
Keynes juga menyadari bahwa masyarakat yang menghendaki jumlah uang kas yang melebihi uang untuk keperluan transaksi, karena keinginan untuk menyimpan kekayaannya dalam bentuk yang paling lancar (uang kas). Uang kas yang disimpan ini memenuhi fungsi uang sebagai alat penimbun kekayaan (store of value). Dalam istilah yang lebih modern sering disebut: permintaan uang untuk penimbun kekayaan (asset demand for money).
Permintaan uang untuk tujuan spekulasi ini, menurut Keynes ditentukan oleh tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin rendah keinginan masyarakat akan uang kas untuk tujuan/motif spekulasi. Alasannya, pertama apabila tingkat bunga naik, berarti ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money) makin besar/tinggi, sehingga keinginan masyarakat akan uang kas akan makin kecil. Sebaliknya, makin rendah tingkat tingkat bunga makin besar keinginan masyarakat untuk menyimpan uang kas. Kedua, hipotesa Keynes bahwa masyarakat menganggap akan adanya tingkat bunga “normal” berdasar pengalaman, terutama pengalaman tingkat bunga yang baru-baru terjadi. Tingkat bunga normal artinya suatu tingkat bunga tidak akan naik lagi, bahkan diperkirakan akan turun atau kembali ke tingkat bunga normal tersebut, sehingga harga surat berharga diperkirakan akan naik (kemungkinan adanya “capital losses” lebih kecil daripada “capital gain”). Akibatnya masyarakat menghendaki atau ingin membeli surat berharga lebih banyak dan dengan demikian permintaan uang kas makin kecil. Sebaliknya, apabila tingkat bunga kenyataanya dibawah normal, masyarakat akan memperkirakan tingkat bunga akan naik kembali pada tingkat bunga normal tersebut. Harga surat berharga diperkirakan turun (sebab tingkat bunga naik) sehingga mereka akan menjual surat berharga dan dengan demikian keinginan memegang uang kas naik.
Dengan demikian, Keynes telah memasukkan tingkat bunga sebagai faktor yang mempengaruhi permintaan uang. Kenyataannya, sampai saat ini arti pentingnya tingkat bunga dalam mempengaruhi permintaan uang masih diterima oleh banyak ahli. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya tingkat bunga juga mempengaruhi permintaan uang untuk tujuan transaksi.




[1] Nopirin, Ph.D, EKONOMI MONETER, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997), Buku I Edisi IV, hlm. 114
[2] Nopirin, Ph.D, EKONOMI MONETER, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997), Buku I Edisi IV, hlm. 117

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

PROPOSAL MAGANG DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU YOGYAKARTA (WIROBRAJAN) Jalan HOS Cokroaminoto No. 33A, Yogyak...